BPH Migas Pastikan PGN Bukan Penyebab Harga Gas Tinggi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 07:28 WIB
Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 dinilai mengakomodir para calo gas tanpa infrastruktur yang membuat harga gas menjadi mahal sehingga harus direvisi.
Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 dinilai mengakomodir para calo gas tanpa infrastruktur yang membuat harga gas menjadi mahal sehingga harus direvisi. (Dok. PGN)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memastikan melonjaknya harga jual gas di Indonesia bukan disebabkan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang melanggar aturan. Tingginya harga gas justru disebabkan oleh aturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri.

Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Sommeng menyebut Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya dinilai tidak konsisten dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

"Permen itu menyuburkan trader bertingkat, di mana harga gas ditetapkan oleh badan usaha bukannya oleh pemerintah," kata Andi saat dihubungi, Selasa (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menegaskan tarif pengangkutan gas bumi melalui jaringan pipa gas bumi atau toll fee yang harus dibayarkan para penjual gas kepada pemilik infrastruktur bukanlah penyebab tingginya harga gas.

“Yang membuat harga gas tinggi karena banyaknya trader akibat Permen ESDM Nomor 19 tersebut. Oleh karena itu revisi Permen perlu dilakukan,” ujar Andi.

Ia menambahkan, Permen tersebut mengakomodir rantai tata niaga yang panjang sehingga struktur harga dasar sudah ditambah dengan keuntungan para penjual yang membuat harga gas ke konsumen menjadi tinggi. Akibatnya harga jual gas yang seharusnya dikontrol oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM atau BPH Migas menjadi tidak berlaku.

Sebelumnya sejumlah kalangan telah menolak keberadaan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 karena berbenturan dengan amanat UUD 1945. Aturan soal open acces pipa gas dinilai telah melanggar UUD 1945 yang telah mengamanatkan bahwa bumi, tanah dan air harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Permen ini dianggap melegalisasi para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur untuk menggunakan jaringan pipa gas yang telah dibangun oleh BUMN seperti PGN.

Pasalnya, badan usaha diwajibkan untuk menggunakan pipa transmisi dan atau pipa distribusi yang dibangunnya untuk dapat dimanfaatkan bersama atau open acces pada ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi tertentu.

Padahal skema open access dinilai hanya mendorong trader gas bermodal kertas untuk menggunakan pipa distribusi yang seharusnya dikuasai negara. Jadi dengan aturan itu, fasilitas jaringan pipa gas bumi yang telah dibangun dapat dipakai oleh para trader gas yang mayoritas tidak pernah membangun infrastruktur dan kebanyakan hanya menjadi calo saja.

Berangus Calo Gas


Untuk memangkas banyaknya trader gas, PT Pertamina (Persero) diminta lebih selektif dalam menjual gas bumi dengan tak lagi melayani pembelian dari para calo.

Kepala Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan, para trader gas yang umumnya hanya bermodalkan kertas itu enggan untuk membangun infrastruktur dan hanya berharap rente dari posisinya sebagai calo gas.

Padahal seharusnya, para trader gas yang selama ini menjadi rekanan Pertamina harus bertanggungjawab untuk membangun infrastruktur dalam rangka melengkapi infrastruktur gas di Indonesia.

"Jika hanya bermodalkan kertas tanpa punya infrastruktur jelas sangat merugikan pemerintah.  Pertamina tidak boleh menjual gas ke trader modal kertas, itu sama saja mereka menyuburkan praktik rente," tegasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER