Jakarta, CNN Indonesia -- Penjualan mobil di atas 1 juta unit pertama kalinya pada tahun 2012 membuat pelaku industri optimistis keadaan akan membaik seterusnya. Dengan mencatat penjualan sebesar penjualan mobil sebesar 1.116.230 unit pada tahun 2012, atau meningkat 24,84 persen dari tahun sebelumnya, membuat industri yakin kalau target penjualan 2 juta mobil bisa dicapai sesegera mungkin.
Tak tanggung-tanggung, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pun menargetkan penjualan mobil sebanyak 1,4 juta unit di tahun 2015. Namun siapa yang menyangka kalau kenyataan ternyata tak sesuai dengan yang diharapkan.
Hingga September 2015, penjualan mobil
wholesales hanya mencetak angka 764.119 unit atau lebih rendah 18 persen dibanding capaian tahun sebelumnya sebesar 932.668 unit. Sikap pelaku industri otomotif berubah menjadi pesimistis dalam sekejap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Gaikindo, Sudirman Maman Rusdi menyalahkan pelemahan daya beli sebagai penyebab lesunya penjualan mobil dalam negeri. Pada awal tahun, ia menyangka kalau pelemahan ini hanya akan berlangsung sementara sehingga ia yakin penjualan mobil hingga akhir tahun akan mencapai target asosiasi, yaitu 1,2 juta unit.
"Penjualan domestik untuk tiga bulan awal memang melemah karena daya beli. Biasanya
seasonal, kuartal pertama kecil, lalu penjualan membengkak hingga akhir tahun," ujar Sudirman.
Namun setelah melihat penjualan di empat bulan pertama, pelaku industri otomotif mulai tidak yakin akan target yang telah dipasang. Pasalnya, pada periode tersebut, mobil hanya terjual sebanyak 363.945 unit atau susut 16,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di angka 435.182 unit.
Dengan asumsi penjualan stagnan hingga delapan bulan kemudian, maka industri otomotif maksimal hanya bisa mencatat penjualan 900 ribu hingga 1 juta unit. Atas alasan tersebut, maka asosiasi merevisi target penjualan menjadi 1,1 juta unit hingga akhir tahun.
"Kami akui, pelemahan ekonomi amat berdampak, khususnya bagi penjualan kendaraan komersial karena kini pasar komoditas sedang lesu. Kini harga sawit sedang lesu, demikian juga harga karet lesu. Harga komoditas lesu kan karena permintaan lesu, ujung-ujungnya ya karena daya beli lagi," tuturnya.
Namun, penjualan mobil tak kunjung membaik hingga paruh pertama tahun 2015. Data Gaikindo saat itu menyebutkan bahwa penjualan mobil hanya menyentuh angka 525.458 unit, atau anjlok 18,11 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar 642.110 unit.
Atas kondisi demikian, maka industri otomotif pun kembali merevisi target penjualan 2015 untuk kedua kalinya menjadi 950 ribu hingga 1 juta unit.
Demi menggairahkan penjualan mobil, Gaikindo pun kemudian menghelat pameran mobil yang diklaim terbesar se-Asia Tenggara dengan nama Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) pada bulan Agustus silam. Berbeda dengan penyelenggaraan Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014, Gaikindo kali ini tak mau memasang target macam-macam kendati pagelaran tahun sebelumnya mencatat penjualan 19 ribu unit.
Akhirnya, angka penjualan GIIAS pun bisa membantu penjualan mobil pada kuartal III tahun ini kendati penjualan unit mobil menurun sebesar 2 ribu unit dibanding IIMS tahun sebelumnya. Hasilnya, angka penjualan Agustus pun meroket menjadi 90.538 unit, atau lebih tinggi 62,79 persen dibanding penjualan bulan Juli dengan angka 55.615 unit.
Tren positif pun terulang kembali pada bulan September di mana penjualan menyentuh angka 93.038 unit. Dengan capaian seperti itu, Gaikindo masih belum mau pasang target optimis 1 juta unit karena industri otomotif kini banyak ketidakpastian.
"Kami masih belum optimis karena tren penjualan mobil di bulan Desember pasti akan turun karena ada libur setengah hari. Sama seperti bulan Juli kemarin, penjualan mobil turun gara-gara libur," kata Sekretaris Jenderal Gaikindo, Noegardjito awal bulan ini.
Kendati demikian, beberapa Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) pun tetap optimistis bisa mengoptimalkan penjualan dalam negeri. Opsi yang mereka pilih adalah dengan menggandeng beberapa perusahaan leasing dengan memanfaatkan kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait pelonggaran uang muka pembelian mobil baru beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, BI telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) no. 17/10/PBI/2015 mengenai rasio
Loan to Value (LTV) untuk kredit pembiayaan properti dan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berlaku sejak 18 Juni 2015 lalu.
Di dalam peraturan baru tersebut, uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) bagi roda tiga non-produktif bagi bank syariah dan konvensional adalah sebesar 25 persen, atau lebih kecil lima persen dibanding kebijakan sebelumnya di mana uang muka dipatok sebesar 30 persen dari harga penjualan.
Para ATPM yakin kebijakan itu bisa membangkitkan permintaan mobil domestik kembali. Utamanya bagi penjualan mobil yang harganya murah atau berada di entry level.
"Penurunan DP akan berdampak sangat positif terhadap kinerja otomotif karena bisa membuat mobil lebih terjangkau, apalagi di segmen kendaraan
entry level. Kami juga berharap bisa bikin kerjasama lagi dengan para-para partner financing BMW, karena memang sekitar 50 persen pembeli produk kami membeli dengan skema financing," kata Vice President Sales, BMW Group Indonesia, Jentri W. Izhar.
Tak hanya ATPM, pemanfaatan perusahaan
leasing dalam rangka pelongggaran LTV ini juga dilakukan oleh diler-diler mobil. PT Honda Jakarta Center, contohnya, kini tengah menjalin kerjasama dengan empat perusahaan leasing dalam mengadakan program jangka pendek pembiayaan untuk varian tertentu.
Tak tanggung-tanggung, diler utama Honda di Jakarta itu menggandeng Kita Finance, Mandiri Tunas Finance, Mizuho Balimor Finance, dan Bank Internasional Indonesia (BII) Finance untuk membuat program khusus uang muka Rp 10 juta dan bertenor 8 tahun serta memiliki bunga nol persen pada Agustus lalu.
"Namun penawaran khusus itu hanya berlalu bagi varian Brio, Mobilio, dan Jazz, karena penjualan ketiga mobil tersebut cukup laris saat ini di Jakarta. Ke depannya kami juga akan menggandeng beberapa mitra leasing lainnya," ujar Direktur PT Honda Jakarta Center Hendra Kustiawan.
Perkuat EksporGaikindo mengakui kalau beberapa produsen mobil lebih memilih mengekspor hasil produksinya, kendati asosiasi mengatakan bahwa hal tersebut bukan implikasi dari pelemahan permintaan domestik. Buktinya, angka ekspor mobil utuh (CBU) per September 2015 mencapai angka 163.828 unit atau lebih banyak 10,83 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 147.835 unit.
"Meskipun begitu, kami tetap targetkan angka ekspor sama seperti tahun lalu karena produksi kita kebanyakan Multi Purpose Vehicle (MPV) yang pasarnya terbatas. Beda dengan Thailand yang basisnya kendaraan pickup," ucap Sudirman.
Apalagi, kini setiap ekspor mobil harus dilengkapi dengan standarisasi bersama dengan basis Kerjasama Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-ECE), khususnya ekspor ke negara-negara Asia Tenggara. Hal ini menjadi penting mengingat Asia Tenggara merupakan tujuan ekspor utama industri otomotif dalam negeri dengan proporsi sebesar 35 persen.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri pernah berjanji untuk memadukan 14 poin standarisasi UN-ECE dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ke-14 poin itu antara lain terkait dengan sistem pengendalian rem, standar sabuk pengaman, keamanan kaca mobil, standarisasi spion, standar emisi bagi alat berat hingga standarisasi setir mobil.
Selain itu, Kemenperin juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) no. 34 tahun 2015 yang membatasi impor komponen mobil (CKD) yang sudah diwarnai dan dilas sebesar 10 ribu unit per tahun serta mewajibkan perusahaan otomotif yang memakai CKD impor untuk melakukan ekspor pada tahun ke-3 setelah mendapatkan surat rekomendasi impor.
"Semangat awalnya untuk menekan defisit transaksi perdagangan agar lebih banyak muatan komponen lokal. Selain itu, revisi peraturan ini sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan ekspor. Tapi khusus untuk ekspor, kami tak batasi harus sekian persen dari produksi mereka," ujar Plt Direktur Jenderal Industri Unggul Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin, Panggah Susanto pada April lalu.
(ded/ded)