Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan insentif keringanan tarif pajak penghasilan (PPh) final atas selisih nilai hasil revaluasi aset lebih menyasar pada properti berupa tanah dan bangunan. Adapun wajib pajak (WP) yang diharapkan memanfaatkan fasilitas ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
"Sebagian besar aset yang kemungkinan dievaluasi adalah tanah," jelasnya di Istana Kepresidenan, Kamis (22/10).
Dia mencontohkan Gudang Bulog di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan yang nilai perhitungan asetnya saat ini masih didasarkan pada harga perolehan saat itu. Namun, jika mengacu pada harga pasar saat ini kemungkinan besar nilainya sudah ratusan kali lipat lebih tinggi dibandingkan nilai perolehan awalnya di era 1970.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Bulog melakukan revaluasi, maka otomatis nilainya akan melonjak," tuturnya.
Sepekan yang lalu, tepatnya Kamis (15/10), terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016.
Dalam beleid tersebut, tarif PPh atas selisih hasil revaluasi aset diturunkan berjenjang dari 10 persen menjadi 3 persen hingga 6 persen. Tarif PPh 3 persen dikenakan untuk permohonan yang diajukan pada periode Desember 2015, dengan pelaksanaan revaluasi aset pada bulan yang sama.
Sementara untuk permohonan yang diajukan pada periode 1 Januari hingga Juni 2016, dengan batas pelaksanaan revaluasi aset sampai dengan 30 Juni 2017, maka PPh final dikenakan sebesar 4 persen.
Tarif PPh final akan dikenakan lebih tinggi menjadi sebesar 6 persen jika permohonan diajukan dalam rentang waktu 1 Juli hingga 31 Desember 2016, dengan batas pelaksanaan penilaian kembali sampai dengan 31 Desember 2017.
"Ini berlaku juga untuk individu yang melakukan pembukuan," tuturnya.
Merespons kebijakan itu, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menyambut baik turunnya PPh atas selisih nilai hasil revaluasi aset. Menurutnya, itu akan membuka kesempatan bagi banyak BUMN dan korporasi meningkatkan kapasitas keuangannya setelah asetnya dinilai ulang.
"Dengan begitu akan terjadi nilai aset yang lebih besar dan peningkatan modal yang dibutuhkan bagi korporasi dan BUMN. Karena akan membuat rasio korporasi akan semakin baik. Juga akan mencerminkan kesiapan korporasi di Indonesia untuk menghadapi tantangan ke depan," tuturnya.
(ags/gen)