Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi keputusan pemerintah menaikkan tarif tol di 15 ruas tol di Indonesia. Kenaikan yang akan diberlakukan pada 1 Nopember 2015 itu dinilai tidak tepat di tengah kondisi perekonomian yang sedang menurun.
“Menaikkan tarif tol tidak tepat, karena akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Kenaikan tol pasti akan memicu kenaikan harga-harga logistik, termasuk tarif angkutan umum. Apalagi saat ini kondisi ekonomi sedang lesu," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, dalam keterangan resmi, Sabtu (31/10).
YLKI melihat kenaikan tarif tol tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas tol. Fungsi dan manfaat tol tiap tahun dianggap terus menurun. Hal tersebut terlihat dari penurunan rata-rata kecepatan kendaraan di dalam tol, terutama di tol dalam kota. Selain itu, penumpukan kendaraan di loket antrian juga menjadi bukti bahwa tidak ada peningkatan kualitas terhadap tol yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Standar Pelayan Minimal (SPM) juga menjadi sorotan dalam terhadap pengoperasian tol. Selama ini, YLKI melihat tidak ada upaya dari pemerintah untuk meningkatkan mutu SPM, justru yang terjadi adalah kemunduran. YLKI menilai, kualitas SPM jalan tol menjadi tolak ukur untuk menaikkan tarif.
"Standar pelayanan menjadi prasyarat kenaikan tarif. Sampai detik ini, loket pelayanan tol masih manual, dengan cash. Padahal, Malaysia yang dulu belajar jalan tol dari Indonesia, sekarang semua transaksi pembayaran jalan tol dengan cashless. Jadi operator jalan tol tidak pernah meng-upgrade standar pelayanan minimalnya, dan hanya bisa merengek kenaikan tarif saja," ujar Tulus.
Sementara itu, untuk mendorong terjadinya peningkatan SPM dan kualitas jalan tol, YLKI mendorong Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk melakukan audit secara terbuka bagaimana tingkat kepatuhan dan pemenuhan operator jalan tol dalam meningkatkan dan memenuhi standar pelayanan minimal jalan tol.
Namun demikian, YLKI menyatakan Kementerian PU telah mengabaikan kepentingan masyarakat dan pengguna jalan tol. Hal tersebut terlihat dari tidak ada upaya serius yang dilakukan oleh Kementerian PU untuk meningkatkan mutu jalan tol yang tarifnya akan dinaikkan.
Sebelumnya, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat Nomor 507/KPTS/M/2015 tentang Penyesuaian Tarif Tol menyatakan beberapa ruas jalan tol akan mengalami kenaikan.
Perubahan tarif tol diputuskan berdasarkan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Aturan itu menyatakan evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Badan Pengatur jalan Tol (BPJT) berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi sesuai dengan formula; Tarif baru = tarif lama (1 + inflasi).
Besaran inflasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada surat Nomor B.153/BPS/6230/SHK/9/2015 diantaranya inflasi wilayah Jakarta 12,51 persen, Bandung 10,39 persen, Cirebon 8,35 persen, Bogor 9,57 persen, Surabaya 11,35 persen, Medan 12,34 persen, Semarang 10,53 persen, Tangerang 12,89 persen, Makassar 11,89 persen, Serang 14,78 persen, Cilegon 13,02 persen dan Bali 10,72 persen.
Berikut 15 ruas jalan tol yang akan disesuaikan tarifnya pada 1 Nopember 2015:
1. Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi)
2. Jakarta-Tangerang
3. Dalam kota Jakarta
4. Tangerang-Merak
5. Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR)
6. Serpong-Pondok Aren
7. Pondok Aren-Ulujami.
8. Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang)
9. Padalarang-Cileunyi
10. Palimanan-Kanci,
11. Semarang ABC
12. Surabaya-Gempol
13. Belawan-Medan-Tanjung Morawa
14. Tol Ujung Pandang Tahap I dan II
15. Bali Mandara
(ded/ded)