Menteri ESDM Revisi PP 77 Lewat Amandemen RUU Minerba di DPR

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 16:25 WIB
Central for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) menilai semangat Menteri Sudirman Said keliru jika hanya menguntungkan sejumlah perusahaan tambang.
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) berdiskusi dengan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan). (Antara Foto/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akan melakukan relaksasi perpanjangan kontrak karya pertambangan melalui parlemen setelah gagal meyakinkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang  Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (Minerba).

Upaya merevisi sejumlah ketentuan perpanjangan kontrak dalam PP 77 akan dilakukan dengan mengamandemen Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

"PP 77 mungkin akan ditunda dan dikaitkan dengan peninjauan UU (Minerba). Kan sebetulnya yang disarankan oleh Panitia Kerja, kami diminta melihat perundangan keseluruhan mulai dari UU, PP sampai Permen (Peraturan Menteri)," ujar Sudirman di Jakarta, Rabu (4/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudirman mengungkapkan, di tempuhnya mekanisme perubahan PP 77 melalui revisi UU Minerba bersama Komisi VII DPR dilakukan guna menyeleraskan sejumlah peraturan seiring dengan implementasi dan konsistensi dari pelaksanaan UU itu.

Berangkat dari hal tersebut, ia pun belum dapat memastikan klausul apa saja yang akan dibahas dalam RUU Minerba.

"Mungkin kita akan memilih jalur itu. Agak lama tapi lebih komprehensif. Dan semua tergantung kebutuhan," ujar mantan Direktur Utama PT Pindad (Persero) ini.

Sebelumnya, Menteri Sudirman mendorong revisi PP 77 karena dilatarbelakangi oleh komitmennya yang akan memberikan jaminan hukum terhadap semua pelaku usaha pertambangan di Indonesia, khususnya terkait jangka waktu pengajuan perpanjangan izin operasi.

Ia berpendapat dengan memberikan kesempatan pengajuan perpanjangan izin operasi mulai dari 5 sampai 10 tahun sebelum berakhirnya kontrak, mampu memberikan kepastian investasi bagi perusahaan tambang.
 
Sementara dalam diktum PP 77 disebutkan, pelaksanaan pengajuan izin perpanjangan operasi baru bisa dilakukan 2 tahun sebelum berakhirnya kontrak.

"Sekarang kecenderungannya akan lihat (hasil revisi) UU Minerba," kata Sudirman.

Dituntut Transparan

Mengomentari upaya itu, pengamat pertambangan dari Central for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santosa menilai sudah sepatutnya UU Minerba direvisi dalam rangka memperbaiki tata kelola pertambangan nasional.

Namun, semangat Sudirman Said dianggapnya keliru jika upaya tersebut dipaksakan demi kepentingan sejumlah perusahaan tambang.

"Sebagai pengamat dan pelaku, saya pikir perubahan UU Minerba perlu dilakukan karena dalam implementasinya aturan ini masih jauh dari yang diharapkan. Tapi kalau nyatanya perubahan UU Minerba hanya untuk mengakomodir beberapa perusahaan saya pikir salah," katanya.

Budi mengaku sejak awal melihat keanehan dalam substansi perubahaan PP 77, di mana kategori pertambangan hanya  terdiri dari pertambangan logam dan non-logam.

"Jujur saya merasa aneh kenapa subtansi perubahan PP 77 hanya dikategorikan pada jenis usaha logam dan non logam? Bukankah setiap jenis usaha memiliki kerumitan bisnis masing-masing?" tuturnya.

Karenanya, Budi menuntut pemerintah untuk transparan dan mempertimbangkan banyak hal ketika merumuskan perubahan UU Minerba bersama DPR. Hal ini dinilainya penting agar amandemen UU Minerba bisa memberikan manfaat bagi negara dan perusahaan pertambangan yang beritikad baik.

"Saya tegaskan bahwa pemerintah harus secara seksama memilih perusahaan yang boleh melakukan ekspor dengan mempertimbangkan keseriusan dalam membangun smelter, yang berbekal catatan cadangan yang dimiliki. Jadi harus ada hitung-hitungan yang jelas, jangan asal berikan. Karena saya melihat perubahan mekanisme UU Minerba sangat politis dan berbau bisnis," ucapnya. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER