Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat memprediksi Bank Indonesia (BI) masih enggan memangkas suku bunga acuan setelah meningkatnya defisit neraca pembayaran yang dinilai menambah ketidakpastian kondisi ekonomi domestik.
Aldian Taloputra dan Leo Rinaldy, ekonom Mandiri Sekuritas menjelaskan, meskipun defisit neraca berjalan menyempit dan diikuti oleh inflasi yang lebih rendah daripada ekspektasi, defisit neraca pembayaran yang melebar diprediksi akan membuat bank sentral untuk menerapkan kebijakan bias ketat saat ini.
“Karena itu, kami meyakini BI akan menjaga kebijakan suku bunga acuannya tidak berubah pada 7,5 persen. Kemungkinan adanya pemangkasan baru ada pada tahun depan ketika neraca pembayaran akan kembali surplus setelah terjadi normalisasi suku bunga The Fed,” kata Aldian dan Leo dalam riset, dikutip Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua ekonom tersebut menyatakan bahwa defisit neraca berjalan dibukukan US$ 4 miliar pada kuartal III 2015, dari posisi US$ 4,3 miliar pada kuartal II 2015.
“Penyebab utama menyempitnya angka defisit anggaran pemerintah itu adalah turunnya defisit sektor jasa sebesar US$ 2 miliar dari US$ 2,7 miliar pada kuartal II 2015,” ujar Aldian dan Leo.
Menurut mereka, impor yang turun juga mengurangi permintaan jasa transportasi barang. Pada periode yang sama, permintaan visa yang dilonggarkan membantu lebih banyak orang asing ke Indonesia, tercatat naik 6,2 persen secara tahunan dan mendorong pendapatan ekspor dari sisi travel.
Namun, mereka mencatat terjadi rebound signifikan pada investasi lain dari non-penduduk menjadi surplus US$ 385 juta dari defisit US$ 6,5 miliar pada kuartal II 2015 yang sebanding dengan berbaliknya aliran dana modal portofolio, berisi investasi ekuitas saham dan obligasi pemerintah, yang membukukan defisit US$ 1,5 miliar dari inflow US$ 6,3 miliar pada kuartal II 2015.
“Data kami menunjukkan aliran keluar dari pasar obligasi pemerintah pada kuartal III 2015 senilai Rp 14,2 triliun dan Rp 16,9 triliun di pasar saham. Saat ini, ekspektasi kenaikan Fed Funds Rate cukup tinggi, dan tercermin dari Fed Funds futures pada Oktober yang meloncat dari 24 persen pada Juli 2015 menjadi 53 persen pada Agustus 2015,” ujar mereka.
Meskipun ketakutan itu tidak terealisasi, lanjut mereka, kondisi itu telah menyebabkan volatilitas pasar keuangan. Yang terakhir, investasi asing langsung (FDI) juga turun menjadi US$ 4,1 miliar dari US$ 6,5 miliar pada kuartal II 2015.
Jika digabungkan, neraca berjalan dan neraca keuangan mencerminkan defisit neraca pembayaran (balance of payment) sebesar US$ 4,6 miliar dari defisit US$ 2,9 miliar pada kuartal II 2015.
“Surplus neraca modal yang turun menyiratkan ketidakpastian yang masih tinggi; kemungkinkan pemangkasan suku bunga tidak terjadi hingga akhir 2015,” jelasnya.
(gir/gir)