Kontrak Karya Freeport Hanya Izinkan IPO 2,5 Persen Saham

Giras Pasopati, Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 11:10 WIB
Kontrak Karya II yang diteken Pemerintah dan Freeport pada 1991 hanya mengizinkan perusahaan melepas saham melalui IPO dan mekanisme lain 2,5 persen per tahun.
Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Freeport Indonesia menegaskan akan memenuhi ketentuan divestasi saham 10,64 persen untuk pihak Indonesia tahun ini. Jika menilik pada Kontrak Karya (KK) II yang diteken pada 1991 lalu mekanisme divestasi tidak hanya terbatas pada pembelian saham secara langsung oleh pemerintah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD), atau perusahaan swasta nasional, namun juga dilegalkan melalui cara penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di pasar modal.

Pasal 24 ayat (2) huruf b KK yang diteken mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita dan mantan Presiden Direktur Freeport Indonesia Hoediatmo Hoed tersebut menyatakan perusahaan seharusnya bisa memulai divestasi melalui IPO sejak 2001 lalu.

Mengutip bahasa KK: Selama periode 12 bulan pertama setelah ulang tahun ke sepuluh tanggal ditandatanganinya persetujuan ini dan setiap periode 12 bulan setelah itu untuk sebanyak 10 periode, sepanjang diminta oleh pemerintah untuk memenuhi ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan sepanjang kondisi pasar modal di Indonesia pada saat itu memungkinkan saham-saham dijual sesuai dengan permintaan pasar dengan harga yang wajar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Perusahaan akan menawarkan untuk menjual kepada masyarakat di Bursa Efek Jakarta, atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia sejumlah saham melalui penjualan tersebut,” bunyi pasal tersebut, dikutip Rabu (18/11).

IPO 2,5 Persen per Tahun

Namun, KK Freeport tidak menyatakan bahwa jumlah saham yang bisa dilepas melalui mekanisme IPO adalah sebesar 10,64 persen seperti yang diamanatkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba sebagai bagian dari kewajiban melepas sahamnya sebesar 30 persen karena Freeport masuk kategori operator tambang bawah tanah.

Melanjutkan bunyi pasal 24 ayat (2) huruf b KK tersebut, jumlah saham yang dilepas perusahaan tambang asal Amerika Serikat baik langsung maupun tidak langsung adalah sebesar 2,5 persen per tahun dari modal saham perusahaan. Sampai pada suatu saat jumlah keseluruhan saham yang dijual sesuai pasal 24 ayat 4 ini akan mencapai jumlah, langsung atau tidak langsung, setelah semua hasil penjualan saham tersebut dan setiap saham yang sekarang atau selanjutnya dimiliki pemerintah 45 persen dari modal saham perusahaan yang diterbitkan.

Namun KK mensyaratkan, dengan ketentuan bahwa sekurang-kurangnya 20 persen dari modal saham yang diterbitkan tersebut harus dijual di Bursa Efek Jakarta. Apabila 20 persen dari saham tersebut tidak dijual di Bursa Efek Jakarta, perusahaan diharuskan menjual atau berusaha menjual pada penawaran umum di Bursa Efek Jakarta atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia.

“Dengan saham-saham yang cukup untuk mencapai suatu jumlah yaitu 51 persen dari modal saham perusahaan yang diterbitkan, tidak lebih lambat dari ulang tahun ke 20 tanggal ditandatanginya persetujuan ini, sampai mencapai yang dikehendaki oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan sepanjang kondisi pasar modal di Indonesia pada itu memungkinkan saham dijual sesuai permintana pasar dan harga yang wajar,” bunyi lengkap pasal tersebut.


Dalam perkembangannya, wacana IPO Freeport telah berulangkali mengemuka. Pada 2009 misalnya, ketika Freeport Indonesia masih dipimpin oleh Armando Mahler, opsi IPO sempat dikemukakan perseroan.

Bahkan, selain mempertimbangkan rencana untuk segera listing di bursa saham Indonesia, Armando Mahler juga menyatakan saat itu pihaknya melakukan pembahasan dengan pemerintah Provinsi Papua soal keinginan Pemda mendapatkan saham di Freeport Indonesia.

Opsi IPO kembali mengemuka ketika kursi Presiden Direktur Freeport Indonesia diduduki Rozik B Soetjipto. Pada 2012, manajemen menyatakan opsi tersebut dikaji karena ada keinginan dari pemerintah Indonesia agar sebagian saham Freeport dilepas ke publik. Manajemen pun menanggapi positif karena IPO juga berpotensi memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Sementara yang terkini, opsi IPO kembali santer setelah rencana divestasi saham Freeport tak kunjung terealisasikan. Saking santernya, Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat menemui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, guna membahas opsi divestasi melalui IPO.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio pernah mengatakan untuk mengakomodir investor domestik, perusahaannya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap membuat peraturan yang sekaligus membatasi pemodal asing dalam pendivestasian saham Freeport. Ia merujuk kepada aturan penjatahan saham (allotment) yang biasa terjadi di pasar modal.

“Kami bisa bikin peraturan, nanti yang membeli harus rakyat Indonesia. Itu keberpihakan investor lokal namanya. Investor asing juga bisa beli, tapi setelah beberapa tahun. OJK bisa bikin peraturannya, bursa bisa bikin juga,” kata Tito akhir bulan lalu.

Menyusul wacana divestasi saham Freeport di pasar modal, Tito meyakini bahwa putusan tersebut akan memperoleh respon positif jika pelaku pasar menilai harga yang ditawarkan manejemen masih berada dalam tingkat yang wajar.

Ia mengatakan apabila saham Freeport jadi dilepas melalui mekanisme IPO, maka lembaga negara sampai pegawai negeri sipil atau tentara dapat menyerapnya sahamnya.

“IPO Freeport untuk investor lokal. Pada dasarnya kalau kita mau berpihak, kita bisa kok. Itu Taspen, BPJS, Asabri dan Dana Pensiun negara lainnya bisa dikasih gratis oleh pemerintah, 0,2 persen -0,5 persen misalnya. Kenapa enggak? Itu kan namanya pemerataan kepemilikan untuk masyarakat juga,” ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER