November, Permintaan Dunia Atas Sawit RI Anjlok 8,6 Persen

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 17 Des 2015 08:10 WIB
Harga minyak kedelai yang lebih murah, merosotnya permintaan, dan isu lingkungan menjadi penyebab merosotnya ekspor CPO sepanjang November 2015.
Harga minyak kedelai yang lebih murah, merosotnya permintaan, dan isu lingkungan menjadi penyebab merosotnya ekspor CPO sepanjang November 2015. (REUTERS/Y.T Haryono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang November 2015, volume ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia tercatat hanya mampu menembus 2,38 juta ton atau turun 8,6 persen dibandingkan ekspor bulan sebelumnya sebanyak 2,61 juta ton.

Turunnya volume ekspor CPO Indonesia dipengaruhi beberapa faktor seperti harga minyak kedelai yang murah, berkurangnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama dan isu sustainable palm oil sourcing.

“Negara-negara Afrika yang merupakan pasar baru Indonesia membukukan penurunan drastis pemintaan CPO pada November mencapai 70 persen menjadi hanya 72.370 ton,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan, Rabu (16/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fadhil menduga penurunan permintaan tersebut terkait pelarangan dari Food and Drugs Authority atau Otoritas Makanan dan Obat-obatan di Ghana setelah ditemukan banyaknya minyak sawit yang menggunakan pewarna sintetis yang membahayakan kesehatan.

Penurunan ekspor yang cukup siginifikan juga dicatatkan oleh India sebesar 25,5 persen sepanjang bulan lalu menjadi 506.390 ton. Penurunan permintaan dari India disebabkan oleh pelarangan penumpukan minyak nabati di dalam negeri. Selain itu India juga menaikkan tarif impor khususnya untuk Butter Oil dari 30 persen menjadi 40 persen.

“Sementara untuk CPO sendiri, pengusaha industri hilir India bahkan mengusulkan kenaikkan tarif bea masuk menjadi empat kali lipat dari yang berlaku saat ini karena harga CPO yang murah telah mematikan industri hilir minyak nabati India,” jelasnya.

Selain negara-negara di Afrika dan India, merosotnya permintaan CPO Indonesia juga berlaku untuk Bangladesh sebesar 55 persen menjadi 44.850 ton dan Amerika yang melorot 30 persen atau hanya mampu mencapai 82.190 ton.

Sebaliknya beberapa negara tujuan utama ekspor justru menaikkan permintaan minyak sawit sepanjang November seperti China mencatatkan kenaikan 15 persen dengan permintaan mencapai 436,91 ribu ton, Pakistan mengerek permintaan minyak sawitnya menjadi 159,95 ribu ton atau naik 22 persen.

Secara year on year, volume ekspor CPO Indonesia sepanjang Januari–November 2015 tercatat naik 21 persen menjadi 23,89 juta ton dibandingkan periode yang sama di 2014 sebanyak 19,73 juta ton.

“Dengan demikian kita bisa melihat bahwa ekspor minyak sawit Indonesia tetap tumbuh baik. Sementara dari sisi harga, sepanjang November harga CPO global bergerak di kisaran US$ 537,5–US$ 577 per metrik ton,” jelasnya.

Proyeksi Desember

Fadhil menambahkan, melihat kondisi cuaca yang sudah memasuki musim hujan di beberapa daerah sentra sawit dan PT Pertamina (Persero) yang sudah mulai menyerap CPO di dalam negeri, maka di perkirakan harga CPO global akan berbalik naik.

“Gapki memperkirakan sepanjang Desember harga CPO global akan bergerak di kisaran US$ 550–US$ 600 per metrik ton,” ujarnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER