Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengaku rencana pemerintah mengurangi ekspor minyak mentah Indonesia mustahil untuk dilaksanakan. Pasalnya rencana kebijakan yang diwacanakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut membuat kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) melanggar kontrak jual beli minyak yang selama ini sudah berjalan dengan pembeli di luar negeri.
"Masih ada beberapa yang belum bisa jalan karena mereka ada komitmen-komitmen dengan pembelinya diluar negeri. Jadi tidak semuanya," ujar Dwi saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Senin (4/1).
Beberapa waktu lalu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan mulai 2016, pemerintah akan membatasi aktivitas ekspor minyak mentah yang menjadi jatah kontraktor dalam kontrak bagi hasil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan cara itu, pemerintah menargetkan mampu mengurangi ekspor minyak mentah sebanyak 200 ribu barel per hari (bph) dari besaran ekspor saat ini yang mencapai 400 ribu bph. Di mana jumlah tersebut akan di dapat dari sekitar 14 KKKS yang sudah berkomitmen menjual minyak mentahnya ke Pertamina untuk diolah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Targetnya (dari kebijakan ini) volume minyak mentah domestik tambahan yang bisa diperoleh dari dalam negeri mencapai 200.385 bph dari 400 ribu per bph yang selama ini diekspor," ujar Wiratmaja belum lama ini.
Dwi menambahkan, selain terganjal oleh kontrak penjualan sejatinya program pengurangan ekspor minyak juga terkendala oleh mekanisme penjualan minyak mentah yang selama di jalankan KKKS.
Di mana umumnya hasil produksi minyak mentah yang dihasilkan KKKS di Indonesia harus lebih dulu dijual ke entitas bisnisnya di luar negeri (trading arm) baru kemudian dijual kembali ke perusahaan yang berminat membeli.
Sebagai konsekuensi, penjualan minyak menggunakan mekanisme ini ke Indonesia akan dibebankan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 3 persen.
Satu diantaranya PT Chevron Pacific Indonesia yang telah berkomitmen menjual minyak mentah sebanyak 100 ribu-120 ribu bph yang akan diolah di kilang Pertamina.
"Itu pajak kan satu. Pajak pun masih bisa kita ini kam (selesaikan) karena uangnya juga kan negara juga. Tapi ada KKKS yang sementara ini sudah berkomitmen. Tapi kalau itu sudah, komitmen itu bisa diselesaikan paling tidak tahun-tahun berikutnya," tambah Dwi.
(gen)