Ketegangan Timur Tengah dan Gejolak Saham Dongkrak Harga Emas

Irene Inriana | CNN Indonesia
Selasa, 05 Jan 2016 11:47 WIB
Harga emas turun 10 persen pada tahun lalu dan anjlok hampir 45 persen dibandingkan dengan posisi puncaknya pada 2011 yang berkisar US$1.900 per ons.
Ilustrasi emas batangan. (Stevebidmead/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga emas justru terkerek naik di tengah pelemahan bursa saham akibat perlambatan ekonomi China, serta memanasnya hubungan diplomatik Arab Saudi dengan Iran yang mendongkrak harga minyak.

CNN Money melaporkan, harga logam kuning itu naik hampir 2 persen menjadi sekitar US$1.080 per ons pada perdagangan Senin (4/1) waktu Amerika Serikat.

Selaras dengan itu, saham emiten tambang Newmont Mining Corporation (NEM) naik 3 persen dan menjadikannya salah satu top performer dalam indeks saham S&P 500. Newmont adalah salah satu dari 23 saham yang naik pada perdagangan kemarin. Sebagian besar saham yang terapresiasi merupakan saham-saham perusahaan energi berkat lonjakan harga minyak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Pergerakan positif harga emas di tengah kecenderungan negatif harga komoditas lainnya cukup masuk akal mengingat logam mulia ini menjadi aset pelarian yang aman (safe haven) yang selalu memberikan harapan dalam masa ketakutan. Fenomena ini pernah terjadi pada saat krisis 2008.

Perlambatan ekonomi China ditambah dengan kekhawatiran potensi konflik antara Iran dan Arab Saudi membuat emas bergerak positif.

"Lonjakan emas hari ini sebagian besar karena faktor ketakutan," kata Ed Moy, mantan direktur U.S. Mint dan kepala strategi Fortress Gold Group.

Harga emas turun lebih dari 10 persen pada tahun lalu dan anjlok hampir 45 persen dibandingkan dengan posisi tertingginya pada musim gugur 2011 yang berkisar US$1.900 per ons.

Moy tidak yakin harga emas akan kembali naik hingga menembus level tertingginya pada 2011. Namun, ia memproyeksikan harga emas akan berada di kisaran US$1.200 sampai US$ 1.300 per ons pada akhir 2016.



Menurutnya, ada dua alasan yang dapat mempengaruhi performa emas pada tahun ini. Pertama, ekspektasi kenaikan kembali suku bunga Bank Sentral AS (The Federal Reserve) yang bisa menjadi pertanda buruk bagi perdagangan emas. Pasalnya, dengan bunga yang lebih tinggi akan membuat investor lebih memilih obligasi dan saham karena menjanjikan dividen yang lebih menarik dibandingkan emas.

Faktor berikutnya, lanjut Moy, inflasi yang rendah di seluruh dunia. Stigma emas sebagai safe haven ketika terjadi lonjakan inflasi sudah terlanjur melekat. Saat harga-harga barang naik, biasanya mempengaruhi nilai mata uang kertas, tapi bukan emas. (ags/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER