DPR dan Pengusaha Kompak Soal RUU Pertembakauan

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Jumat, 22 Jan 2016 05:25 WIB
DPR dan Pengusaha minta pembahasan RUU Pertembakauan dikaji dari seluruh kepentingan.
Petani tembakau di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah tengah melakukan proses sakring atau menghambat pertumbuhan tunas air/tunas samping pada tanaman tembakau, Sabtu (22/8). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun meminta pemerintah mendengar seluruh masukan pelaku usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) di dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan.

Sebab, kontribusi IHT terhadap pemasukan negara dalam bentuk cukai tercatat menyentuh angka 9,5 persen dari total Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

Di samping industri yang bertentangan dengan ketentuan kesehatan tersebut juga diklaim mampu menyerap banyak tenaga kerja dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jika diperhatikan, ada 6,1 juta petani tembakau terlibat dalam industri ini, termasuk buruh, kios, sales dan orang-orang lain yang terlibat dalam bisnis ini. Penyediaan RUU ini diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi industri hasil tembakau,” kata Misbakhun dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (21/1).

Misbakhun menilai, adanya desakan untuk mengkaji seluruh kepentingan IHT dalam penyusunan RUU Pertembakauan lantaran pengaturan di sektor pertembakauan nasional masih bersifat sektoral dan hanya menekankan pada pemanfaatan hasil tembakau.

Selain itu, ketentuan mengenai pertembakauan juga dinilai belum sepenuhnya mengatur sistem pertembakauan di Indonesia secara komprehensif.

“Misalnya undang-undang cukai, undang-undang pajak dan retribusi daerah, sistem budidaya tanaman, undang-undang perkebunan,” cetus Misbahkun.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno mengatakan pembahasan RUU Pertembakauan juga harus mengakomodir semua kepentingan pelaku IHT dari sektor hulu hingga hilir.

“Tembakau berbeda dengan komoditas-komoditas strategis pertanian lainnya, tembakau belum mendapatkan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk bisa meningkatkan produktivitas, seperti pendampingan dan penyuluhan teknis pertanian, pemberian bibit unggul dan pupuk, pembangunan infrastruktur, serta akses terhadap peralatan pertanian yang lebih modern,” kata Soeseno.

Berdasarkan catatan Asosiasi Petani Tembakai Indonesia (APTI), produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir masih dibawah 200.000 ton, sedangkan permintaan pasar telah mencapai lebih dari 300.000 ton. Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi oleh impor.

Dari segi penerimaan negara, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan dimasukannya program kemitraan petani dengan pabrikan dalam RUU Pertembakauan. Jika RUU Pertembakauan disahkan menjadi undang-undang, maka seluruh pabrikan rokok harus menjalin kemitraan dengan petani dan rantai distribusi menjadi lebih pendek. Dampak dari program kemitraan ini dinilai bisa meningkatkan produktivitas tembakau.

“Apabila produktivitas meningkat dan kesejahteraan petani terjamin, maka target penerimaan negara terhadap cukai rokok akan tercapai,” kata Yustinus. (dim/dim)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER