Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) meminta seluruh anggotanya fokus memperkuat penjualan dalam negeri untuk menangkal serbuan mebel impor dengan diberlakukannya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Ketua Umum Asmindo Taufik Gani mengatakan kalau produk mebel impor lama kelamaan bisa menggerus pasar mebel dalam negeri jika dibiarkan terus menerus. Asmindo khawatir, produk-produk mebel impor juga bisa masuk dan memenuhi permintaan mebel dalam program penyediaan barang dan jasa pemerintah yang seharusnya menguntungkan industri nasional.
"Terutama kini Indonesia sudah menghadapi MEA, sudah barang tentu industri mebel dalam negeri perlu dilindungi. Kami selama ini sering melakukan ekspor, sekarang saatnya kami fokus ke pasar dalam negeri," terang Taufik di Jakarta, Kamis (28/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia mengatakan kalau selama ini proporsi mebel impor sebesar 60 persen dari total penjualan mebel di dalam negeri. Hal ini diperkirakan akan semakin meningkat seiring masuknya perusahaan ritel furnitur luar negeri yang melakukan ekspansi di Indonesia.
Melengkapi ucapan Taufik, Ketua Bidang Pengkajian dan Hubungan Antar Lembaga Asmindo Hari Basuki mengatakan kalau penjualan mebel akan kalah bersaing secara ritel dengan masuknya investor yang enggan ia sebut namanya tersebut. Dengan demikian, asosiasi hanya memiliki harapan dengan mengincar pengadaan barang dan jasa APBN yang memiliki permintaan pasti karena rinciannya sudah dianggarkan dengan detil.
"Memang kalau secara ritel kami kalah bersaing, namun peluang emas ada di pengadaan barang dan jasa pemerintah. Contohnya, penambahan bangku sekolah, itu potensinya sangat besar sekali," terang Hari di lokasi yang sama.
Sertifikasi MebelDemi melancarkan misi tersebut, Asmindo tengah meminta pemerintah untuk membuat peraturan terkait sertifikasi mebel. Di dalam peraturan itu, Asmindo mengusulkan agar mebel yang tak punya sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tidak diperkenankan untuk dimasukkan ke dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Jika hal itu diimplementasikan, maka Hari yakin penyaluran mebel produksi dalam negeri untuk memenuhi permintaan pemerintah akan meningkat signifikan. Pasalnya, 98 persen anggota Asmindo sudah memiliki SLVK dan 2 persen sisanya belum memiliki sertifikasi karena berskala Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
"Potensi pengadaan barang dan jasa pemerintah itu besar sekali karena ada 34 kementerian dan kita memiliki 500 daerah tingkat II. Apalagi kini pemerintah berencana meningkatkan serapan belanja negara," tuturnya.
Jika program ini berhasil, Hari yakin proporsi produksi Asmindo untuk dalam negeri akan meningkat 10 persen di tahun ini. Karena selama ini proporsi produksi Asmindo bagi pasar domestik hanya sebesar 20 persen sedangkan 80 persen sisanya digunakan untuk ekspor.
"Ini kan program jangka panjang, mungkin tahun ini proporsi penjualan bagi domestik bisa meningkat 10 persen. Tahun depannya lagi mungkin bisa bertambah, pelan-pelan kami lakukan penetrasi," terangnya.
Menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor kayu dan produk kayu pada tahun 2014 tercatat US$4,07 miliar atau meningkat 12,12 persen dibanding tahun sebelumnya dengan nilai US$3,63 miliar. Ekspor produk mebel sendiri bernilai US$1,8 miliar, atau 44,2 persen dari ekspor produk kayu.
(gen)