Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah membatalkan program pencatatan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menggunakan Radio Frequency Identification (RFID) menyusul pencabutan subsidi premium.
Program RFID sebenarnya sudah digagas sejak medio 2013 dan diujicobakan di sejumlah Stasiun Pengisan Bahan Bakar Umum (SPBU) dan dipasang di ribuan kendaraan bermotor di Indonesia.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Setyorini Tri Hutami mengungkapkan, program RFID dihentikan setelah premium tak lagi disubsidi sejak 1 Januari 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena subsidi sudah tidak ada, ya dipastikan batal," ujar Rini di Jakarta, Selasa (16/2).
Sebelumnya, dalam rangka mengendalikan konsumsi BBM subsidi pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) untuk melaksanakan program RFID.
Terkait itu, Pertamina telah memenangkan PT Inti sebagai penyedia perangkat RFID yang akan dipasang ke 100 juta kendaraan.
Dalam penawarannya, PT Inti memasang harga RFID sebesar Rp18 per liter untuk setiap perangkat yang dipasang, dan Rp20,74 untuk setiap liter yang disalurkan ke tangki bensi kendaraan.
Dengan dibatalkannya program RFID, pemerintah pun mengganti investasi yang telah dikeluarkan Pertamina dan Inti.
Ketika disinggung mengenai nilai investasi yang telah digelontorkan, Ahmad Bambang, Direktur Pemasaran Pertamina enggan merinci besarannya.
"Karena ini sesama BUMN (Badan Usaha Milik Negara), difasilitasi oleh Kementerian BUMN dengan pendampingan dari BPKP (Badan Pengawasa Keuangan Pembangunan)," ujarnya singkat.
Pada kesempatan berbeda, Direktur BBM BPH Migas Hendry Ahmad mengaku sudah tidak lagi memperoleh informasi mengenai program RFID sejak lama. Bahkan, regulator di sektor hilir minyak dan gas bumi Indonesia itu tak tahu mengenai pembatalan mengenai program RFID.
"RFID sudah nggak disinggung. Kita juga gak tahu update-nya. Dia (Pertamina) nggak lapor," ucapnya.