Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro menegaskan akan ada sanksi berat bagi para wajib pajak (WP) yang tak melaporkan harta kekayaannya di era keterbukaan informasi perbankan. Hal ini terkait dengan rencana penerapan sistem pertukaran informasi atau Automatic Exchange of Information (AEoI) pada 2018.
Dia mengatakan sanksi tersebut berupa kewajiban membayar denda sebesar 2 persen setiap bulannya atau 48 persen dalam satu tahun jika suatu saat ditemukan adanya aset yang jadi objek pajak.
"Jadi jangan lupa, kalau mereka nanti tidak melaporkan asetnya, terus 2018 karena keterbukaan, kita bisa akses datanya, mereka harus membayar 48 persen dari aset yang belum dilaporkan," kata Bambang, di Jakarta, Selasa (1/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, tarif denda tersebut merupakan tarif normal yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) yang saat ini masih menggantung di parlemen.
Satu-satunya cara menghindar dari ancaman sanksi tersebut, lanjut Menkeu, adalah dengan mengikuti kebijakan tax amnesty. Dengan mengajukan permohonan tax amnesty, WP hanya dikenakan tarif tebusan 2 persen dari data yang dilaporkan hanya sekali seumur hidup.
Namun, ia menegaskan tarif terseut bisa berubah lebih tinggi menjadi 6 persen jika WP baru mengajukan permohonan tax amnesty di bulan-bulan terakhir penerapan kebijakan.
"Itu bukan kebutuhan pemerintah lagi, itu kebutuhan pembayar pajaknya. Lebih baik ada amnesty sekarang daripada kena sanksi 48 persen secara langsung di 2018," kata Bambang.
Bambang optimistis tax amnesty mampu menyumbang penerimaan secara signifikan. Pasalnya, ia menghitung potensi harta orang Indonesia yang disimpan di luar negeri mencapai Rp4000 triliun. Harta tersebut menjadi potensi pungutan para fiskus.
"Namanya ekspor SDA kan udah ada sejak tahun 1970, sejak zaman migas dulu sampai hari ini. Uang ekspor itu memang kebanyakan tinggal di luar, itu yang disimpen di berbagai macam rekening bank di seluruh dunia," katanya.
(ags)