Ogan Komering Ilir, CNN Indonesia -- PT OKI Pulp and Paper, unit usaha Asia Pulp and Paper (APP) milik grup Sinar Mas akan mengoperasikan satu pabrik baru di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan pada Oktober 2016. Rencana tersebut mundur dari perkiraan semula, Juni tahun ini.
“Rencana awalnya pabrik bisa mulai beroperasi mulai Juni 2016, tapi itu memang merupakan target agresif yang kami canangkan,” tutur Direktur APP – Sinar Mas Suhendra Wiriadinata saat mengunjungi pabrik Oki Pulp and Paper di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Selasa (1/3).
Menurut Suhendra, mundurnya jadwal operasional pabrik disebabkan oleh kondisi cuaca yang kurang mendukung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, perseroan menganggap mundurnya jadwal operasional masih dalam batas waktu normal. Pasalnya manajemen ingin menjamin bahwa setelah konstruksi pabrik selesai dibangun, kegiatan produksi bisa berjalan lancar.
Suhendra mengungkapkan pabrik ini memiliki kapasitas produksi sebesar 2 juta ton bubur kertas (
pulp) dengan porsi ekspor 80 persen dan 500 ribu ton kertas tissue dengan porsi ekspor 95 persen.
“OKI Pulp and Paper berpotensi menyumbang devisa negara sebesar US$1,5 miliar per tahun,” ujarnya.
Dengan nilai ekspor tersebut, lanjut Suhendra, OKI Pulp and Paper akan meningkatkan ekspor Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar 32 persen dan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumsel sebesar 11 persen, disamping itu mendukung program hilirisasi yang diprogramkan Pemerintah.
Pada tahap awal, pabrik bernilai investasi hampir Rp40 triliun ini akan memproduksi bubur kertas (
pulp) sembari melanjutkan pembangunan konstruksi pabrik hilirisasi untuk memproduksi kertas tisu.
“Kalau perizinan selesai, pabrik kertas tisu mulai beroperasi dalam satu setengah hingga dua tahun lagi,” ujar Suhendra.
Pembekuan Izin UsahaSelain memaparkan perkembangan pembangunan pabrik, Suhendra juga memohon Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk mencabut pembekuan izin usaha perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang menjadi mitra pemasok kayu untuk bahan baku produksi perusahaannya.
Pemerintah tahun lalu membekukan izin usaha sejumlah perusahaan HTI yang didakwa terlibat dalam bencana kebakaran hutan. Bentuk sanksi administratif itu berupa sanksi paksaan pemerintah, sanksi pembekuan, dan sanksi pencabutan izin.
Menurut Suhendra, apabila sanksi administratif tersebut dicabut maka perusahaan yang terkena sanksi bisa mempercepat proses penanaman kembali (
replanting) maupun rehabilitasi hti. Dengan demikian, proses pemanenan dan suplai kayu kepada Oki Pulp and Paper nantinya tidak terganggu.
Sepengetahuan Suhendra, tanpa menyebutkan nama perusahaan mitra, beberapa mitra pemasok Oki Pulp and Paper yang terkena sanksi saat ini telah melaksanakan ketentuan yang disyaratkan pemerintah.
“Dalam waktu dekat harapannya seluruh sanksi administrasi ini bisa segera dicabut oleh Kementerian LHK sehingga mereka (perusahaan mitra) dapat segera beroperasi kembali,” ujarnya.
(gen)