UU PPKSK Disahkan, LPS Punya Tiga Jurus Selamatkan Bank

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Jumat, 18 Mar 2016 08:02 WIB
Opsi-opsi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang baru disahkan.
Opsi-opsi penyelamatan bank tersebut tertuang dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang baru disahkan. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki tiga opsi dalam melakukan penyelamatan bank yang ditetapkan gagal oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan opsi-opsi tersebut secara sah tertuang dalam langkah-langkah penyelamatan bank gagal yang diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang baru disahkan dalam rapat paripurna, kemarin.

Langkah pertama yaitu LPS diperkenankan melakukan skema purchase and assumption. Melalui skema ini, nantinya jika ditetapkan ada bank yang gagal dan diputuskan harus diselamatkan, maka aset dan kewajiban dengan status hukum yang paling kuat milik bank tersebut harus dikeluarkan dari bank yang gagal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lalu aset dan kewajiban tersebut akan dilelang ke investor atau ke bank lainnya," jelas Fauzi.

Namun jika nantinya aset tersebut sepi pembeli akibat kondisi pasar keuangan tidak dalam kondisi yang baik, maka aset dan kewajiban milik bank gagal tersebut akan ditampung sementara oleh bank perantara (bridge bank) yang dikelola oleh LPS. Pembentukan bank perantara tersebut nantinya akan diatur dalam bentuk peraturan turunan berupa peraturan LPS.

"Aset tersebut nantinya bisa dilelang ke investor jika sewaktu-waktu keadaan pasar finansial membaik," ujar Fauzi.

Langkah ketiga, LPS diperkenankan menerbitkan surat utang (obligasi) yang dananya bisa digunakan untuk menginjeksi permodalan bank yang dianggap tidak mampu melakukan bail in.

"Jadi dalam prinsip bail in kerugian bank sistemik harus di upshort dulu oleh pertama yaitu pemilik bank, kedua yakni investor, dan ketiga pemegang obligasi yang convertible," katanya.

Dengan sistem bail in, bank sistemik diwajibkan untuk memiliki atau menerbitkan convertible bond yang sewaktu-waktu bisa diubah menjadi ekuitas saham pada saat dalam keadaan krisis.

"Dengan bail in, rata-rata rasio kecukupan modal bisa di kisaran 20 persen. Jadi bantalan itu seharusnya cukup untuk memastikan bahwa kalau ada krisis keuangan dan perbankan bank sistemik tidak akan terpuruk cepat," katanya.

Namun apabila ternyata bantalan modal tersebut tidak cukup, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melimpahkan bank gagal itu ke LPS.

"Dan LPS saat ini memiliki balance sheet nya atau neraca yang sekarang itu di kisaran Rp67 triliun. LPS memiliki neraca ini untuk melakukan penyelamatan. Jika dananya tidak cukup, otomatis LPS bisa menerbitkan obligasi," katanya.

Sebelum menerbitkan obligasi, LPS haris melalui tahap akreditasi oleh lembaga rating kredit. Jika dalam keadaan krisis keuangan pasar obligasi terpuruk dan tidak memungkinkan LPS untuk menerbitkan obligasi, maka KSSK akan berkonsultasi dengan presiden dan meminta presiden untuk menggali sumber pendanaan lain.

Langkah-langkah ini berbeda dengan skema penyelamatan Bank Century yang pernah dilakukan oleh LPS tahun 2008 lalu. Pada saat itu, LPS secara langsung menyuntik dana segar sebesar Rp1,6 triliun kepada Bank Century menggunakan dana cadangan yang dimiliki oleh LPS berdasarkan persetujuan KKSK.

"Jadi ketika ada bank yang gagal dan harus diselamatkan, maka satu-satunya cara berdasarkan UU LPS adalah menyuntik modal segar. Tapi sekarang cara tersebut sudah ditinggalkan oleh LPS di negara lain," katanya. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER