Jakarta, CNN Indonesia -- PT Toyota Astra Financial Services (TAFS) akan menerbitkan surat utang sebesar Rp1,5 triliun, yang merupakan obligasi berkelanjutan tahap II. Seluruh hasil dari penerbitan obligasi itu akan dipergunakan untuk modal kerja pembiayaan kendaraan bermotor
Hal itu terungkap dalam prospektus ringkas yang diterbitkan PT Toyota Astra Financial Services di Jakarta, Kamis (21/4).
Dalam rangka penerbitan obligasi itu, perseroan telah memperoleh hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia (Fitch), yakni "triple A" dengan outlook stabil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TAFS menyatakan peringkat itu mencerminkan dukungan kuat dari salah satu pemegang saham mayoritasnya yaitu Toyota Financial Services Corporation (TFSC). TFSC adalah anak usaha yang sepenuhnya dimiliki oleh Toyota Motor Corporation, salah satu pabrikan otomotif terbesar di dunia.
Obligasi TAFS ini akan diterbitkan dalam dua seri, yaitu seri A dan seri B yang diterbitkan tanpa warkat. Keduanya dijamin penuh (full commitment) oleh para penjamin pelaksana emisi efek.
Penjamin pelaksana emisi obligasi berkelanjutan II TAFS adalah PT DBS Vickers Securities Indonesia, PT Indo Premier Securities, PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Securities Tbk. Sementara Wali Amanat dalam emisi ini adalah yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Perseroan menjelaskan, obligasi itu tidak dijamin dengan jaminan khusus, tetapi dijamin dengan seluruh harta kekayaan perseroan. Aset TAFS yang dijadikan jaminan berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Ketentuan penjaminan ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia, yang menyatakan hak pemegang obligasi adalah paripassu atau tanpa hak preferen.
Sebagai bagian dari grup Toyota, TAFS mendapatkan keuntungan dari pengetahuan soal produk dan dukungan pendanaan. Dukungan pendanaan ini datang dari relasi kuat dengan perbankan Jepang dan institusi keuangan yang didukung pemerintah Jepang.