Jakarta, CNN Indonesia -- PT Timah (Persero) Tbk membukukan kerugian sebesar Rp138,84 miliar selama tiga bulan pertama 2016, meningkat 2.069 persen dibandingkan kerugian periode yang sama tahun lalu Rp6,4 miliar.
Dalam Laporan Keuangan Kuartal I 2016 yang dirilis pada Kamis (28/4) terungkap, kerugian Timah membengkak menyusul merosotnya pendapatan usaha sebesar 5,22 persen bersamaan dengan meningkatnya beban pokok pendapatan sebesar 5,85 persen.
Apabila pada kuartal I 2015 Antam bisa membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,37 triliun, maka pada Januari-Maret 2016 pendapatan yang masuk ke kas Timah susut Rp71,7 miliar menjadi hanya Rp1,3 triliun. Sebaliknya, beban pokok pendapatan Timah justru meningkat dari menjadi Rp1,29 triliun dari sebelumnya Rp1,22 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Performa negatif keuangan Timah berbanding lusur dengan merosotnya produksi emiten berkode TINS ini. Pada kuartal I 2016, produksi bijih TINS anjlok 48,81 persen menjadi 3.405 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu yang sebanyak 6.653 ton.
Demikian pula dengan produksi logam timah, yang turun 40,42 persen menjadi 4.205 metrik ton (Mton) dibandingkan dengan realisasi produksi kuartal I 2015 yang mencapai 7.057 Mton.
Beruntung masih terjadi kenaikan penjualan logam timah sebesar 8,03 persen menjadi 5.730 Mton dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 5.304 Mton
Kendati demikian, harga saham TINS naik sebesar 46,53 persen pada kuartal I 2016, dari Rp505 per lembar saham pada akhir Desember 105 menjadi Rp740 per lembar saham per 31 Maret 2016.
Perseroan menyatakan meski harga timah mulai beranjak naik pada pertengahan Maret 2016, tetapi belum mampu menutupi rendahnya harga sejak awal tahun ini. Untuk itu, Timah akan melanjutkan upaya penghematan guna menekan harga pokok produksi yang maksimal, "sehingga dengan harga logam timah di pasar mulai pulih diharapkan perolehan laba (tahun ini) sesuai target yang diharapkan."
Meski kinerja turun, TINS tetap akan melanjutkan pengembangan bisnis hilirisasi, yang antara lain dilakukan elwat anak usahanya PT
Timah Industri yang memproduksi tin solder dan tin chemical.
"Pada akhir tahun 2015 sudah selesai dibangun pabrik intermediate serta pabrik SnCl4, sehingga tidak diperlukan lagi impor bahan baku. Dengan demikian, Perusahaan bisa menekan harga pokok produksi dan membuat harga produk lebih bersaing di pasaran dunia," jelas Timah melalui siaran persnya.