Ditjen Pajak Sindir Nasabah Bank Penutup Kartu Kredit

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Kamis, 19 Mei 2016 15:36 WIB
Direktorat Jenderal Pajak baru akan mengevaluasi kebijakan wajib lapor transaksi kartu kredit jika terbukti menimbulkan gangguan bisnis di masyarakat.
Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). Direktorat Jenderal Pajak mewajibkan 23 bank dan perusahan penyedia kartu kredit melaporkan data transaksi nasabahnya secara periodik. (Antara Foto/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menduga aksi tutup kartu kredit yang dilakukan nasabah bank, pasca terbitnya aturan wajib lapor transaksi sebagai modus yang dilakukan segelintir wajib pajak untuk menghindari pajak.

"Mungkin ini trik, jadi dia tutup kartu kredit yang atas namanya pribadi, lalu dia masuk (bikin kartu kredit) pakai corporate account (akun perusahaan). Ini pola-pola untuk menutupi keadaan keuangan pribadinya," ujar Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Mekar Satria Utama kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/5).

Ia menilai aksi penutupan kartu kredit terjadi karena nasabah bank belum memahami esensi dari kebijakan wajib lapor transaksi kartu kredit bagi perbankan. Menurut Satria, sebenarnya dengan kewajiban lapor transaksi ini tidak akan ada wajib pajak pemilik kartu kredit yang akan kena pajak lagi karena sudah dipotong langsung ketika melakukan transaksi jual-beli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi tidak perlu khawatir kena pajak lagi. Kami tahu kok plafon kartu kredit itu 30 persen dari penghasilan, jadi kalau masih dalam range itu tidak ada masalah seharusnya," jelasnya.  

Kaji Ulang

Satria memastikan data transaksi pemakaian kartu kredit yang terkumpul dari bank penerbit hanya akan dijadikan pelengkap data pembanding untuk mengaitkan pola konsumsi dengan harta dan kewajiban wajib pajak.

Kebijakan ini juga untuk melihat kepatuhan para pemotong pajak dalam menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibayarkan pengguna kartu kredit saat bertransaksi.

"Lihat nanti hasil research kita kalau sudah memadai, toh ini baru berjalan dua bulan. Kalau hasil kajiannya nanti timbul distorsi terhadap kegiatan bisnis di masyarakat, maka bisa saja di-review kembali," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah bank dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengeluhkan maraknya aksi penutupan kartu kredit pasca DJP mewajibkan 23 bank dan perusahaan penyedia kartu kredit melaporkan data transasksi nasabahnya secara periodik.

Bank Indonesia (BI) mencatat volume transaksi kartu kredit pada kuartal I 2016  sebanyak 25,84 juta, turun 3,59 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 26,80 juta. Sementara dari sisi nominal, transaksi turun  6,77 persen, dari Rp26,57 triliun menjadi Rp24,77 triliun.

(ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER