Industri Tembakau Anggap FCTC Ancam Kedaulatan Negara

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Rabu, 01 Jun 2016 23:56 WIB
Pelaku bisnis tembakau menilai FCTC telah menetapkan dan mendorong pedoman-pedoman yang sangat eksesif dan mengancam kedaulatan negara.
Pelaku bisnis tembakau menilai FCTC telah menetapkan dan mendorong pedoman-pedoman yang sangat eksesif dan mengancam kedaulatan negara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Para pemangku kepentingan industri tembakau menilai pemerintah Indonesia sebaiknya mempertimbangkan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dinilai mengancam kedaulatan negara.

Elvira Lianita, Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications PT HM Sampoerna Tbk mengatakan, terkait dengan desakan ratifikasi FCTC, perusahaan berharap pemerintah Indonesia dan DPR RI dapat mempertimbangkan dengan seksama apa yang terbaik bagi bangsa Indonesia.

“Dalam perkembangannya, FCTC telah menetapkan dan mendorong pedoman-pedoman yang sangat eksesif dan mengancam kedaulatan negara,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (25/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, di antaranya adalah penerapan kemasan polos rokok yang telah diberlakukan di Australia; pelarangan penggunaan bahan tambahan, termasuk cengkih, yang telah diberlakukan di Uni Eropa, Brazil dan Kanada; pelarangan total pemajangan produk tembakau di tempat-tempat penjualan; pengalihan lahan tanam tembakau, dan lainnya.

Elvira mengklaim, seperti yang diungkapkan oleh asosiasi-asosiasi pemangku kepentingan sektor industri hasil tembakau, jika FCTC diberlakukan di Indonesia, maka 2 juta petani tembakau akan didorong untuk beralih tanam ke tanaman lain.

“Tentunya akan berdampak negatif pada ekonomi dan sosial 6 juta masyarakat yang menggantungkan penghidupannya pada industri dan pertanian tembakau,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, perlu menjadi catatan penting bahwa negara-negara besar seperti Amerika dan Swiss tidak meratifikasi FCTC, melainkan menggunakan peraturan negara masing-masing dalam mengatur industri hasil tembakaunya.

“Dalam hal ini, Indonesia juga telah memiliki Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan [PP 109/2012],” katanya.

Dimana peraturan tersebut mencakup pasal-pasal yang terkait dengan perlidungan kesehatan masyarakat dan anak dari rokok, serta pada saat yang bersamaan mempertimbangkan realita dan kelangsungan industri tembakau nasional.

Bahkan, lanjut Elvira, beberapa ketentuan dalam PP 109/2012 lebih ketat jika dibandingkan dengan aturan di beberapa negara lain yang telah meratifikasi FCTC.

“Sampoerna berkomitmen untuk berperan secara aktif dalam memberikan masukan kepada DPR RI maupun pemerintah demi menghasilkan regulasi yang adil, berimbang, dan dapat ditegakkan di Indonesia,” imbuhnya.


Disebut Ancam Produk Asli Indonesia


Djoko Wahyudi, Ketua Umum Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) mengatakan salah satu pedoman dalam FCTC melarang penggunaan bahan tambahan dalam rokok, termasuk cengkeh.

“Sedangkan 95 persen rokok di Indonesia merupakan rokok kretek yang menggunakan cengkeh. FCTC akan mematikan rokok kretek yang merupakan produk asli Indonesia, kami berharap dan meminta pemerintah tetap berkomitmen melindungi Industri Hasil Tembakau nasional secara keseluruhan, yang mencakup petani, pekerja, dan pelaku industri,” katanya.

Sudarto, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) menyatakan pihaknya tidak anti regulasi karena sadar bahwa rokok memiliki risiko kesehatan sehingga produk tersebut harus diatur.

“Untuk itu, Indonesia sudah memiliki PP 109/2012 yang melindungi kesehatan masyarakat dan anak, pada saat yang bersamaan mempertimbangkan kelangsungan industri kami dan penghidupan jutaan orang yang terlibat di dalamnya dari hulu hingga hilir,” ujarnya.

Untuk diketahui, Indonesia adalah salah satu negara motor perumus FCTC melalui World Health Organization (WHO) yang selesai disusun Maret 2003. Dengan hasil 11 bab dan 38 pasal, isi dari FCTC ini meliputi pengaturan, pengendalian dampak tembakau dan paparan asap rokok, khususnya bagi generasi muda.

Namun, setelah 13 tahun, Indonesia tidak juga menandatangani FCTC tersebut dan menjadi negara satu-satunya yang tergabung dalam OKI yang belum maratifikasi konvensi itu. Di 2003, Indonesia gagal menandatangani FCTC dengan alasan yang tidak diketahui. Namun, hal itu dilakukan juga oleh Amerika Serikat, China dan Jepang yang menjadi negara penghasil dan konsumen terbesar rokok. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER