Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) melayangkan sepucuk surat kepada Presiden Joko Widodo bertepatan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh hari ini, Selasa (31/5).
Kuatnya desakan kelompok antitembakau agar Indonesia segera meratifikasi
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) membuat para pemilik pabrik rokok mengingatkan Jokowi betapa besarnya kontribusi pajak dan cukai hasil tembakau (CHT) dalam menggerakkan ekonomi negeri.
Ismanu Soemiran, Ketua Gappri, menyebut setiap tahun tak kurang Rp150 triliun penerimaan negara dipungut dengan mudah dari industri rokok dalam bentuk pembayaran pajak dan pembelian pita cukai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Banyak kelompok yang sudah lama memprovokasi lembaga resmi pemerintah, baik legislatif maupun eksekutif. Akibatnya terbit kebijakan-kebijakan yang tidak rasional lagi bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) yang bisa membahayakan ekonomi Indonesia,” kata Ismanu dalam surat yang dikirimkan ke Jokowi.
Ia mengutip hasil riset Ernst and Young yang menunjukkan IHT tetap memberikan sumbangan besar bagi negara di tengah kelesuan ekonomi. Ismanu mencatat saat ini ada 5,98 juta orang yang terlibat secara langsung dan tidak langung di industri tersebut.
IHT juga menyumbang 52,7 persen dari penghasilannya setiap tahun kepada negara, sedangkan industri dan BUMN hanya mampu berkontribusi 8,5 persen meski dari sisi nilai industri mencapai Rp1.890 triliun.
Sementara industri real estate dan konstruksi dengan nilai industri Rp907 triliun, kontribusi pajaknya Rp142 triliun dan kontribusi cukai Rp15,7 triliun.
Adapun industri kesehatan dan farmasi dengan nilai industri mencapai Rp307 triliun, kontribusi pajak hanya Rp3 triliun dan cukai hanya 0,3 persen.
“
Proxy war yang dilakukan kelompok antitembakau terlihat dari target mereka yang memaksakan kehendak agar Indonesia meratifikasi dan mengaksesi FCTC, produk hukum yang 100 persen buatan asing,” kata Ismanu.
Ismanu mengklaim, sudah banyak ahli yang menyatakan bila Indonesia mengaksesi FCTC, maka sepenuhnya IHT yang mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah ratusan triliun akan dikendalikan oleh asing melalui Badan Kesehatan Dunia atau
World Health Organization (WHO).
"Kami melihat, kegiatan kelompok antitembakau yang mengaitkan IHT dengan peraturan kesehatan sangat tidak relevan. Pengenaan cukai tembakau menegaskan bahwa IHT sudah sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah,” tegas Ismanu.
Untuk itu, Ismanu meminta Jokowi melihat secara lebih arif dan jeli terhadap kampanye hitam kelompok antitembakau yang mendesak pemerintah meratifikasi dan mengaksesi FCTC.
(gen)