Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memaparkan sejumlah masalah jika kebijakan pengampunan pajak (
tax amnesty) tidak dilakukan tahun ini.
Menurut Bambang, masalah pertama timbul dari target penerimaan pajak negara yang tidak akan tercapai. Pada usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016, target penerimaan pajak non migas mencapai Rp1.318,9 triliun atau naik Rp0,2 triliun dari APBN 2016 yang sebesar Rp1.318,7 triliun.
Lantas, sekitar Rp819,5 triliun diantaranya merupakan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non-migas yang naik Rp103,7 triliun dari usulan sebelumnya Rp715,8 triliun. Kenaikan PPh non-migas, disebut Bambang, salah satunya berasal dari target konservatif penerimaan uang tebusan
tax amnesty.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikutnya, perluasan basis wajib pajak (
tax based) akan terhambat. Pasalnya, dari
tax amnesty diharapkan ada wajib pajak (WP) baru yang terdaftar. Hal itu dinilai mendorong penerimaan pada tahun-tahun berikutnya.
Pemerintah juga akan kehilangan potensi investasi dari repatriasi aset. Pemerintah memperkirakan setidaknya Rp1.000 triliun akan masuk ke dalam negeri jika
tax amnesty berlaku
"Penerimaan tidak tercapai,
tax based kami nggak dapet, repatriasi nggak jalan. Ya pasti nggak bagus kan?," kata Bambang di Gedung DPR, Kamis (2/6).
Oleh karenanya, Bambang berharap pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU)
tax amnesty segera rampung di DPR.
"
Tax amnesty kan bukan sekadar UU, kami juga harus kerja setelah UU keluar,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menduga belum jalannya kebijakan
tax amnesty sebagai penyebab lembaga pemeringkat kredit internasional Standard & Poor’s, belum memberikan predikat layak investasi pada Indonesia tahun ini. Indonesia masih mendapatkan rating BB+ dengan outlook positif.
“Kalau (
tax manesty) itu tidak tercapai, itu juga masalahnya jadi banyak,” ujar Darmin.
(gen)