Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mencatat realisasi pembiayaan anggaran hingga 31 Mei 2016 sebesar Rp213,4 triliun atau 78,11 persen dari target pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, Rp273,2 triliun.
Pengadaan pembiayaan tersebut bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp211,2 triliun dan non-utang atau yang berasal dari perbankan dalam negeri sebesar Rp2,1 triliun.
Realisasi pembiayaan utang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)
netto sebesar Rp221,5 triliun dan penarikan pinjaman sebesar negatif Rp10,4 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerbitan SBN secara
gross mencapai Rp340,1 triliun atau 61,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp555,7 triliun. Di mana, sebanyak US$6 miliar atau sekitar Rp82,1 triliun berasal dari penerbitan SBN dalam valuta asing.
"Tingginya persentase realisasi penerbitan SBN
gross ini sejalan dengan strategi
front loading yang dilakukan pemerintah," tutur Kepala Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan, Luky Alfirman, saat memberikan keterangan pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jumat (10/6).
Strategi
front loading, lanjut Luky, dilakukan untuk memanfaatkan tingginya likuiditas, membiayai realisasi defisit APBN yang cukup besar, dan membiayai utang jatuh tempo/ dibeli kembali (
buyback).
Tercatat, jumlah SBN jatuh tempo dan dibeli kembali sampai dengan akhir Mei 2016 mencapai Rp118,9 triliun.
Sementara, realisasi penarikan pinjaman luar negeri diperoleh dari pinjaman program adalah sebesar US$500 juta atau sekitar Rp6,7 triliun yang berasal dari World Bank.
Mengingat hingga akhir Mei besar defisit anggaran sebesar Rp189,1 triliun atau lebih rendah dari realisasi pembiayaan, maka dalam pelaksanaan APBN hingga bulan Mei 2016 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp24,2 triliun.
(gir)