Jakarta, CNN Indonesia -- Semua pabrik gula di lingkungan BUMN berkomitmen menjual hasil produksinya hanya kepada Perum Bulog guna mendukung program stabilisasi harga. Namun, sampai saat ini Bulog belum bisa menggelar operasi pasar mengingat belum ada kesepakatan harga distribusi dengan dua perusahaan gula pelat merah, yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
"Belum sepakat, tapi hari ini kami bahas kembali. Rencananya kalau hari ini bisa deal, mungkin besok kita bisa urus administrasi dan lusa bisa mulai kirim dan siap untuk operasi pasar," ujar Djarot Kusumayakti, Direktur Utama Perum Bulog, kepada
CNNIndonesia.com, Senin (13/6).
Sebelumnya, PTPN dan RNI berencana menjual gula kepada Perum Bulog guna mendukung operasi pasar atau stabilisasi harga. Untuk itu, koordinasi akan dilakukan dengan pemerintah daerah (Pemda) dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) guna memasarkan gula pada kisaran harga Rp12 ribu per kilo gram.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djarot memaparkan, saat ini pihak-pihak terkait masih membahas mekanisme distribusi gula, terutama menyangkut harga jual gula dari pabrik, harga jual ke konsumen, hingga ongkos tambahan yang dibutuhkan dalam distribusi gula, serta mekanisme pengadaan operasi pasar nantinya.
"Kita masih menentukan marginnya, entah Rp100, Rp200, atau bahkan sampai Rp500 yang bisa didapat penjual. Belum lagi, moving cost hingga kemasan karena kita dapat berupa karung besar dari pabrik dan untuk operasi pasar perlu kita kemasan ulang," jelas Djarot.
Meski demikian, menurut Djarot, Perum Bulog masih mengejar harga jual ke konsumen (end user) di kisaran Rp12 ribu hingga Rp12.500 per kilo gram. Untuk itu, ia memperkirakan harga beli gula dari pabrik idealnya di kisaran Rp10.500 hingga Rp11 ribu per kilo gram.
Dalam mekanismenya nanti, Djarot mengatakan, komoditas gula dalam operasi pasar ini akan dijual dengan harga yang sedikit tinggi pada pekan pertama lalu perlahan turun agar produsen gula atau petani masih dapat bernafas.
"Kalau nanti deal, misalnya kita jual Rp12.500 (per kilo gram) pada pekan pertama. Nah, perlahan-lahan kita turunkan misal sampai Rp12 ribu untuk end user. Jadi, petani tidak langsung kaget kalau harga pasar langsung rendah atau tidak terlalu tinggi, seperti saat ini," papar Djarot.
Menurut Djarot, kedua pabrik gula milik RNI dan PTPN memiliki stok gula hingga 11 ribu ton. Jumlah ini dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat hingga penghujung Lebaran.
Sedangkan untuk opsi impor, Djarot mengatakan belum mendapat asumsi kisaran impor gula.
"Belum tahu tapi opsi itu masih ada, ya relatif kalau impor ya. Tapi lebih rendah sepertinya impor tahun ini dibandingkan tahun lalu," ujar Djarot.
Djarot menambahkan, kebijakan impor belum dibuka karena sejumlah petani tebu akan memasuki masa giling tebu. Selain itu, beberapa perusahaan gula swasta masih memiliki ketersediaan gula dalam jumlah yang cukup banyak meskipun sering kali memainkan harga.
Nantinya, operasi pasar yang direncanakan Perum Bulog tidak hanya menggaet Pemda, tetapi tidak menutup kemungkinan juga bersinergi dengan operasi pasar yang diadakan sejumlah kementerian.
"Kalau nanti dari kementerian masih ada ruang untuk gula atau butuh gula untuk diikutsertakan dalam operasi pasarnya, ya kami bisa gabung juga," tutup Djarot.
(ags/gen)