Jakarta, CNN Indonesia -- PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) optimistis penjualan selama Ramadan tumbuh paling sedikit tujuh persen jika dibandingkan dengan bulan-bulan biasanya. Optimisme ditopang oleh stabilnya daya beli masyarakat setelah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) nanti.
Herman Bakshi, Presiden Direktur Unilever Indonesia mengatakan, perusahaan melihat perbaikan kondisi daya beli masyarakat di tahun ini. Berbeda dengan tahun lalu yang cenderung melambat.
“Kami rasakan kondisi ekonomi yang dulu melambat sekarang mulai stabil dan diharapkan bisa baik, terutama terkait dengan daya beli masyarakat,” ujarnya, Selasa (14/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, Ramadan di tahun-tahun sebelumnya, tren penjualan pasar barang konsumsi tumbuh sekitar 5,9-7 persen. Nah, melihat perkembangan saat ini, Herman yakin, penjualan Unilver pada Ramadan tahun ini bisa melampaui pasar.
“Kami yakin dengan strategi yang ada, kami bisa tumbuh di atas pasar,” imbuh Herman.
Dia mencontohkan, inovasi perseroan untuk mengeruk pasar selama Ramadan adalah dengan menambah produk baru yang sesuai dengan kebutuhan kaum muslim. Misalnya, Sunsilk Hijab, sampo perawatan khusus rambut yang tertutup hijab.
“Sunsilk Hijab menyasar konsumen wanita berhijab yang jumlahnya terus tumbuh di Indonesia. Kami percaya produk tersebut mendorong pertumbuhan pasar bagi kami. Ini juga satu upaya kami melakukan diversifikasi produk,” katanya.
Sancoyo Antarikso, Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia menuturkan, jika dihitung secara kuartalan, maka kuartal kedua yang mencakup Ramadan memiliki kontribusi penjualan lebih tinggi ketimbang kuartal lainnya.
“Jadi, kalau normalnya per kuartal itu memiliki kontribusi 25 persen terhadap total penjualan setahun. Kuartal yang memiliki Ramadan bisa menyumbang penjualan hingga 27 persen,” ungkapnya.
Selain menggenjot produk baru, lanjut Sancoyo, perusahaan juga terus menambah porsi pemasangan iklan di situs e-commerce. Hal itu dilakukan karena Unilever melihat perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih melek internet.
“Iklan di e-commerce sudah sejak 3 tahun lalu, dan memang nilainya terus naik dibandingkan porsi iklan di TV,” ungkapnya.
Sayangnya, hingga kuartal I 2016, kinerja keuangan Unilever masih lemah. Perseroan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 1,2 persen atau menjadi Rp1,57 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp1,59 triliun.
Penjualan perusahaan sebenarnya masih tercatat tumbuh tipis sebesar 6,1 persen menjadi Rp9,98 triliun dari Rp9,4 triliun. Namun, beban yang harus ditanggung perseroan membengkak, sehingga menekan pendapatan.
Beban pemasaran dan penjualan Unilever naik 8,7 persen dari Rp1,83 triliun menjadi Rp1,99 triliun. Sementara pendapatan lain-lain perusahaan justru turun tajam dari Rp5,8 miliar menjadi Rp926 juta. Di sisi lain, biaya keuangan perseroan juga naik 23 persen menjadi Rp42 miliar.