Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 11,5 persen secara tahunan (
year-on-year) per semester I 2016, di mana kredit yang telah disalurkan (
outstanding) meningkat menjadi Rp387,08 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp347,1 triliun. Angka ini lebih baik dibanding capaian tahun lalu yang hanya membukukan capaian pertumbuhan kredit 8 persen.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, capaian ini dikontribusi dari pertumbuhan tinggi di segmen korporasi dengan pertumbuhan kredit
outstanding mencapai 19,6 persen, atau dari Rp113,17 triliun di tahun lalu menjadi Rp135,39 triliiun di tahun ini.
Ia beralasan, ini disebabkan oleh banyaknya korporasi yang menarik uangnya untuk modal kerja sebelum menghentikan operasinya secara temporer akibat hari raya Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang pertumbuhan kredit korporasi mendominasi karena masalah modal kerja dan investasi. Menjelang hari raya Idul Fitri, biasanya perusahaan mulai
cut-off operasional, dan kebetulan tahun ini jatuh di akhir Juni. Biasanya sebelum lebaran atau akhir tahun itu permintaan kredit korporasi meningkat," ujar Jahja, Rabu (20/7).
Jahja melanjutkan, secara proporsi, kredit korporasi masih menduduki peringkat kedua dengan nilai 34,97 persen dari total kredit yang disalurkan perusahaannya. Kontributor kredit tertinggi berasal dari kredit komersial dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan proporsi 37,85 persen, atau Rp146,53 triliun.
Ragu di Semester IIKendati mencatatkan pertumbuhan kredit dua digit di semester I, Jahja masih pesimistis di semester beriukutnya. Pasalnya, ia menganggap perekonomian masih belum membaik dan daya beli masih agak lemah, sehingga pertumbuhan kredit di semester berikutnya sangat bergantung dengan penurunan suku bunga kredit dan penggunaan dana murah.
Melihat kondisi itu, perusahaan akan lebih memfokuskan diri pada pembiayaan konsumer seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disebutnya sangat sensitif terhadap penurunan bunga.
Ia menuturkan, bahkan sebelum BI
Rate turun, BCA mencoba mengurangi beban pembiayaan dengan menurunkan bunga deposito. Sebab BCA menilai bunga deposito itu tidak produktif.
“Ibaratnya kami perlu tempatkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan kami harus bayar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga, kan artinya ada uang mati yang kita tempatkan di tempat lain. Dengan dana lebih murah, semoga kami bisa pengaruhi suku bunga, dan bisa menggerakkan dua kunci kami yaitu di KPR dan KKB," jelasnya.
Di samping itu, ia juga berharap aliran dana repatriasi hasil implementasi
tax amnesty juga bisa menggerakkan kredit sektor properti, sehingga ia yakin KPR akan semakin menggeliat di periode berikutnya. Namun sayangnya, dampak implementasi tax amnesty ini belum bisa ditebak hingga sejauh ini.
"
Tax amnesty belum bisa diperkirakan karena kami belum tahu bagaimana realisasinya nanti. Karena kami prediksi aliran dana akan mengalir di akhir tahun, mengingat kebiasaan orang Indonesia kan last minute. Apakah jadi atau tidak dana itu masuk, kami tidak tahu. Sehingga kami pun tidak bisa menebak pertumbuhan kredit pada paruh kedua tahun ini," tutur Jahja.
Sebagai informasi, target pertumbuhan kredit BCA di tahun 2016 sebesar 11 persen atau lebih optimistis dibanding target sebelumnya sebesar 10 persen. Sementara itu, realisasi pertumbuhan kredit BCA sepanjang tahun lalu tercatat sebesar 11,8 persen.
(gen)