Sampoerna: Kalau Harga Rokok Mahal, yang Ilegal Marak Beredar

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Minggu, 21 Agu 2016 14:33 WIB
PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) menjelaskan logika yang membuat isu harga rokok bakal naik sampai Rp50 ribu per bungkus hanyalah isapan jempol belaka.
Manajemen Sampoerna mengkhawatirkan, jika harga rokok dipatok terlalu mahal maka hal tersebut justru akan membuka kesempatan bagi produsen rokok ilegal yang mampu menjual produknya dengan harga sangat murah karena tidak membayar cukai (ANTARA FOTO/Umarul Faruq).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) menjelaskan logika yang membuat isu harga rokok bakal naik sampai Rp50 ribu per bungkus hanyalah isapan jempol belaka. Selain berpotensi menambah jumlah pengangguran akibat petani tembakau sampai pedagang rokok eceran kesulitan mendapat uang, isu tersebut dikhawatirkan hanya menguntungkan produsen rokok ilegal.

Elvira Lianita, Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications Sampoerna mengatakan hampir setiap tahun pemerintah selalu menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Besaran kenaikan CHT inilah yang menjadi pertimbangan utama produsen rokok di Indonesia dalam menentukan harga jual produknya ke masyarakat.

“Jika pemerintah menaikkan tarif CHT yang terlalu tinggi, maka akan mendorong kenaikan harga rokok menjadi terlalu mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat yang masih lesu,” kata Elvira, dikutip Minggu (21/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Efek domino dari harga rokok yang terlalu mahal adalah, manajemen Sampoerna mengkhawatirkan hal tersebut justru akan membuka kesempatan bagi produsen rokok ilegal yang mampu menjual produknya dengan harga sangat murah karena tidak membayar cukai.

Wacana kenaikan harga rokok Rp50 ribu bermula dari hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, oleh Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya.

Dari studi itu terlihat keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Lewat survei seribu orang, sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp50 ribu per bungkus.

Penerimaan Cukai

Sementara Direktor Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat setoran cukai ke kas negara sepanjang Juli 2016 hanya mencapai Rp10,01 triliun. Realisasi ini anjlok 35,13 persen dibandingkan bulan sebelumnya, Rp15,43 triliun.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Sugeng Apriyanto mengungkapkan, turunnya realisasi cukai karena Juli merupakan bulan ramadan dan ada perayaan lebaran sehingga konsumsi rokok menurun. Produsen rokok juga telah memperbanyak stok rokok lebih awal pada Mei dan Juni.

“Cukai turun itu kan karena puasa dan lebaran. Karena ada puasa dan lebaran sehingga tingkat konsumsi (rokok) menurun,” tutur Sugeng.

Tercatat, setoran cukai hasil tembakau (CHT) yang menyumbang penerimaan cukai terbesar bulan lalu mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, dari Rp15,04 triliun menjadi Rp9,7 triliun.

Selain itu, lanjut Sugeng turunnya setoran cukai juga disebabkan oleh masuknya tahun ajaran baru.

“Ada fluktuasi tahunan seperti itu. Pokoknya kalau masuk tahun ajaran baru, setoran cukai cenderung lebih rendah,”ujarnya.

Secara kumulatif, setoran cukai Januari-Juli baru mencapai Rp54 triliun atau sekitar 36,46 persen persen dari target Rp148,09 triliun. Sebanyak Rp51,2triliun diantaranya berasal dari CHT.

Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp66,72 triliun, setoran cukai Januari-Juli tahun ini turun 19 persen. Hal itu akibat anjloknya penerimaan cukai di awal tahun yang sebelumnya telah diprediksi. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER