Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah tengah menyusun peta jalan (
roadmap) pengembangan industri perkebunan karet agar kembali bergairah di tengah kejatuhan harga komoditas. Salah satu fokus kebijakannya adalah mendorong peremajaan atau replantasi lahan tanaman karet.
Rakyat itu sudah pusing karena harga, lama-lama bisa tanam ganja merekaDarmin Nasution |
Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menilai industri perkebunan karet di Indonesia telah kehilangan momentum untuk replantasi kira-kira sejak 90 tahun. Idealnya, peremajaan perkebunan karet sudah dilakukan pada era 1920-an ketika harganya sedang bagus.
Sayangnya, kata Darmin, para pemangku kepentingan di sektor terkait baru saat ini tersadar pentingnya melakukan peremajaan kebun. Replantasi tanaman karet kembali giat dilakukan ketika harga hasil komoditas bumi di Indonesia mulai hancur dan tidak diperhitungkan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang, ada beberapa perbedaan (waktu itu) antara pemerintah pusat dan pemda (soal
replanting)," jelasnya dalam acara Rakernas Gapkindo di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (25/8).
Menyikapi kondisi tersebut, Darmin mengatakan pemerintah bersama Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) tengah menyusun roadmap pengembangan industri karet nasional. Peta jalan tersebut antara lain memasukan rencana besar peremajaan perkebunan karet dan kebijakan-kebijakan pendukungnya.
"Rakyat (petani karet) itu sudah pusing karena harga (anjlok), lama-lama bisa tanam ganja mereka," katanya.
Relaksasi KUR Dari sisi pendanaan, kata Darmin, Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan dioptimalkan penyalurannya untuk membiayai
replanting perkebunan karet. Untuk itu, tenor pengembaliannya dipertimbangkan untuk diperpanjang atau diperlonggar.
"KUR itu dari dulu ada, ini memang perlu tapi
roadmap-nya kita sedang siapkan karena biayanya besar dan tidak mungkin dalam setahun dua tahun. Perlu beberapa tahun," tuturnya usai acara.
Menurutnya, butuh waktu lama bagi perkebunan karet untuk menghasilkan produk yang bisa dijual. Karenanya, "kalau hasilnya belum keluar, dia (petani karet) tidak bisa disuruh bayar (angsuran KUR)," katanya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menilai akan lebih bagus bagi petani kalau mereka meminjam kredit dengan bunga murah dan persyaratannya dipermudah. Namun jika mengandalkan suntikan dana pemerintah, maka akan terhambat oleh keterbatasan APBN.
"Ini (
replanting karet) akan dicoba dengan pembiayaan (KUR)," tuturnya.
Selain itu, lanjut Darmin, perlu ada upaya diplomasi dengan sejumlah produsen karet lain di kawasan Asia, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, untuk melakukan upaya bersama mendongkrak harga karet.
"Kalau kita peremajaan produksi, mereka apa sumbangannya untuk mendorong harga naik supaya periode ini kita sama-sama melakukan langkah-langkah agar harga naik. Harus bareng, kalau tidak, kita yang melakukan sendiri tanpa yang lain, kita yang rugi, dia yang untung," jelasnya.
Beralih ke SawitDia mengatakan, yang namanya perkebunan rakyat arahnya harus diganti. Tidak harus semuanya harus diganti, tetapi komposisinya menyesuaikan dengan tingkat produktivitas produksinya.
"Sebenarnya produktivitas pertanian itu mungkin tidak sampai 50 persen kalau bibitnya bagus. Itu berarti boleh jadi dalam roadmap nanti, separuh bibit diremajakan, separuh lagi tanam yang lain," ungkapnya.
Darmin menilai, sawit bisa menjadi tanaman pengganti yang potensial dengan adanya kebijakan mandatory pencampuran 20 persen minyak sawit mentah (CPO) ke dalam bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel.
"Kalau itu fokus pada kelapa sawit saja karena untuk biodiesel B20," jelasnya.
(ags/gen)