Jakarta, CNN Indonesia -- Suryamin telah mengabdi di Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 1978. Dia harus menunggu 34 tahun untuk mencapai puncak karir di lembaga pengolah data negara itu.
Pada 5 Agustus lalu, pria kelahiran Garut, Jawa Barat itu merayakan ulang tahunnya yang ke-60. Perayaan yang juga sekaligus penanda masuknya masa purna bakti Suryamin. Terhitung mulai 1 September 2016, Suryamin pensiun dan melepas jabatannya sebagai Kepala BPS.
Menjelang berakhirnya masa bakti, Suryamin berkisah banyak soal pengalamanya 38 tahun mengabdi sebagai pegawai BPS. Salah satu keinginannya adalah kembali menjadi dosen dan memberikan pemahaman ke public tentang pentingnya statistik dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut kutipan wawancara Yuliyana Fauzie, wartawan CNNIndonesia.com dengan Kepala BPS Suryamin di ruang kerjanya, Senin (22/8) lalu:
Bagaimana Anda menapaki karir di BPS?
Saya sudah mengabdi di BPS 38 tahun lima bulan. Maret 1979, lulus dari Akademi Ilmu Statistik langsung kerja di BPS Pusat. Karena masuk lima lulusan terbaik, saat itu saya ditempatkan di pusat. Pertama, ditempatkan di Pusat Statistik Industri Pengolahan sebagai staf, melakukan editing, coding, dan lain-lain. Di bagian itu sangat lama.
Tahun 1988, tugas belajar ke Filipina, University of de Philipines, sambil jadi staf. Tahun 1990 selesai S2. Lalu, dari situ langsung lanjut S3, tanpa perlu pulang dulu ke Indonesia. Sebelum berangkat ke FIlipina, saya menjadi asisten dosen di Atmajaya, mengajar matematika statistik dan ekonomi. Mengajar juga di Akademi Ilmu Statistik.
Sekitar tahun 1994 selesai dan pulang ke BPS langsung masuk ke Seksi Perencanaan, Tahun 2007 jadi Direktur Statsitik Industri BPS dan 2010 ditunjuk jadi Sekretaris Utama BPS. Baru pada 2012 awal jadi Kepala BPS sampai sekarang.
BPS tampil ke publik setiap awal bulan, tetapi tidak sedikit masyarakat yang belum paham tugas dan fungsi strategis BPS. Bisa Anda jelaskan?BPS adalah lembaga pemerintah non kementerian, yang mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan kestatistikaan, atau menghasilkan data. Untuk keperluan pengguna data: pemerintah, dunia pendidikan, swasta, dan lainnya.
BPS mempunyai kantor di pusat, kantor di 33 provinsi, yang Kalimantan Utara masih akan dibangun, punya kantor di kabupaten, itu kita sebut Satuan Kerja (Satker) di banyak wilayah. Itu semuanya hampir 514 Satker, dengan tenaga 16 ribu seluruh Indonesia. Tentu dengan kantor di 33 provinsi, 490-an di kabupaten, dan infrastruktur komputer yang satu komando.
Jadi, bisa saya katakan, BPS ini suatu lembaga yang sangat strategis, juga besar, tidak hanya satu kantor di pusat saja. Saya mencapai pelayanan prima itu, saya gaungkan terus itu, pelayanan formal dengan website tersebut, kita sempurnakan.
Dalam menentukan rencana pembangunan, evaluasi pembangunan, atau memprediksi pembangunan mau kemana, itu sangat dibutuhkan data. Jadi, kalau ditanya seberapa strategis? BPS sangat strategis karena para pengambil kebijakan di berbagai bidang, apalagi pemerintah, sangat membutuhkan data, terlebih untuk evaluasi kebijakan atau pembangunan, melihat kondisi sekarang, dan kita bisa memprediksi ke depan.
BPS sendiri punya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, diatur bahwa BPS adalah badan dan sebagainya.
Strategisnya BPS semakin meningkat karena menjadi satu-satunya lembaga, yang diinstruksikan oleh Presiden bahwa stop gunakan statistik dari Kementerian/Lembaga (K/L) dan hanya gunakan data dari BPS.
Kenapa hanya data BPS yang boleh?
Karena tugas utamanya BPS adalah menghasilkan data dan informasi yang didapat dari beberapa metode. Ada survey dan sensus.
Survei merupakan penelitian secara sampel terhadap apapun, misalnya rumah tangga. Sedangkan sensus adalah pendataan seluruh unit observasi yang ada dalam populasi.
Sensus ada tiga macam. Pertama, sensus penduduk, untuk mengukur jumlah penduduk, dilakukan setiap 10 tahun sekali setiap tahun berakhiran 0, terakhir kita lakukan pada tahun 2010. Kedua, sensus pertanian, untuk menghitung dan mendata seluruh populasi, seluruh rumah tangga dan perusahaan pertanian, setiap 10 tahun sekali setiap tahun berakhiran 3, terakhir kita lakukan pada tahun 2013. Ketiga, Sensus Ekonomi, untuk menghitung jumlah usaha di luar sektor pertanian, seperti sektor manufkatur, transportasi, pertambangan, pariwisata, jasa, perdagangan, real estate dan lain-lain. Setiap 10 tahun sekali setiap tahun berakhiran 6, terakhir kita lakukan pada tahun 2016 ini.
Di samping tiga sensus tersebut, BPS juga melakukan pengumpulan dan pengolahan data dan penyediaan data berdasarkan survei yang kita lakukan, seperti survei bulanan dan itu banyak sekali. Misalnya survei harga untuk menghitung inflasi, ada juga yang per triwulan, seperti survei untuk menghasilkan angka Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, ada juga survei yang semesteran dan tahunan, seperti survei industri manufaktur, itu tahunan. Bahkan, untuk perencanaan pembangunan, evaluasi pembangunan, pematokan harga, itu setiap minggu kita berikan hasil pemantauan harga dari 20-22 komoditas strategis kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk dibahas kalau terjadi lonjakan harga, harus apa dan bagaimananya kita jadi tahu.
Itu metodenya, bagaimana cara mengumpulkan dan mengolah datanya?Cara memperoleh data berdasarkan pencatatan administrasi, memanfaatkan yang dilakukan K/L lain, untuk kita olah dan kita sajikan untuk pemerintah dan lainnya. Contohnya, data ekspor dan impor, itu kita dapatkan dari Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), DJBC ini yang mencatat barang masuk dan keluar, ada dokumennya, kita kerja sama dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan DJBC.
Nah, dokumen dari DJBC itu bukan kita yang isi, tapi yang sudah jadi, yang dicatat oleh DJBC, misalnya catatan ketika perusahaan mau ekspor barang. Nah, itu yang kita ambil, kita olah, tapi tiga institusi tersebut mempercayakannya kepada BPS. Tetapi data yang final itu, apa yang diolah oleh BPS.
Perbaikan apa yang terjadi di BPS sejak Anda pimpin?Selama saya memimpin, saya melakukan konsentrasi pada tiga hal:
- Meningkatkan kualitas data, dari berbagai proses pengumpulan data termasuk survei yang kita lakukan, kualitas datanya harus ditingkatkan terus. Kualitas itu: akurasi, presisi, realibility, korealibilitas, koeren, konsisten, relevan dengan permasalahan yang dibutuhkan oleh pemerintah pada saat ini.
- Meningkatkan pelayanan, karena saya menganggap bahwa BPS adalah lembaga non kementerian yang memiliki fungsi melayani. Kalau yang sebelumnya tidak digaungkan, sekarang ini saya gaungkan. Karena melayani untuk memberikan data untuk kemakmuran.
- Mengkomunikasikan data kepada pihak luar, para pengambil kebijakan, lebih, bukan sekedar mengumumkan data, misalnya jumlah penduduk sekian, produksi sekian, tapi bagaimana data ini menjadi sumber untuk kebijakan. Saya selalu beri, kenapa bisa begini, faktor apa yang membuat begini, apa yang membuat komponen ini naik dan apa yang membuat komponen ini turun, hasil totalnya seperti apa, agar lebih berdampak.
Jadi, target saya, selain data yang berkualitas dan pelayanan yang prima, pengguna data juga memahami data tersebut, tidak hanya sekedar angka statistik begitu. Angka yang bisa dinamis, yang bisa berbunyi, yang bisa bermanfaat. Jadi, saya selalu memberikan alasannya. Tapi itu bukan alasan ngarang tapi berdasarkan data di lapangan. Ini sudah ada pengakuan juga.
Masih ada kalangan yang menganggap data ekonomi pemerintah tidak sinkron, terutama data pertanian. Bagaimana Anda menjelaskan ini?Kalau data pertanian memang saat ini kita masih koordinasi dengan Kementan. Misalnya, penghitungan padi, itu sudah dari tahun 1973. Ini sekarang kita lakukan studi agar bisa menghasilkan data sendiri. Karena kalau hitung hasil pertanian itu kita butuh tenaga ekstra. Walaupun jumlah tenaga kerja kita 16 ribu, tetap kurang.
Misalnya, dengan mengambil sampel berapa lahan yang akan diukur produksinya, lalu kita kali dengan luas lahan keseluruhan, nanti dapat nilai produksinya. Tapi yang seperti ini kita masih kerja sama dengan Kementan di level kabupaten dan kota. Memang sejak 1973 mereka yang lakukan, mereka kasih ke kita, kita yang olah. Jadi yang rilis nanti ujungnya BPS. Maunya kita bisa olah sendiri jadi Kementan tinggal minta ke kita.
Tapi masih banyak yang meragukan data BPS?Survei yang dilakukan BPS jangan diragukan lagi karena sampel size-nya sudah pasti luas, data terukur karena dari orang yang terlatih. Ada pengawasannya, ada verifikasinya.Pengawalan di lapangan tidak main-main.
Kekuatan BPS ini sudah dari jaman Belanda 1860-an. Ini membuat peran BPS krusial dari waktu ke waktu. Pada tahun 1958 kita bangun sekolahnya sendiri, jadi yang mau jadi pegawai BPS pendidikannya dari sana, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) namanya. Setiap tahun ada sekitar 400 orang yang dididik oleh dosen-dosen yang juga lulusan statistik dan kerja di BPS. Jadi SDM kita tidak main-main.
Komputerisasi juga kita punya, makanya kita mudah untuk bikin website, program pengolahan, monitoring, pelaporan barang milik negara itu internal kita sendiri.
Apa yang membuat data BPS lebih unggul?Dari segi metodologi, SDM, peralatan, metodologi di lapangan, pengawasan, evaluasi, editing, coding, sampai analisis kita terukur. Jadi, semuanya kita jamin ini valid sesuai kondisi riil di lapangan.
Tapi Tentu terus dilakukan penyempurnaan.
Dari sisi Internal, SDM sebenarnya tidak ada kendala, tapi mereka harus ditingkatkan. Infrastruktur tentu ditingkatkan juga, sekarang ya sudah oke, metode juga terus disempurnakan, baik metodologi survei, pengolahan, pencacahan. Tapi perlu waktu sih pasti. Masalah internal ini kita coba terus sempurnakan, semoga lebih mudah untuk dikejar karena dari dalam kita sendiri.
Kedua dari sisi eksternal, responden, misalnya. Karena kebutuhannya meningkat terus. Seperti sekarang ada lagi responden wilayah pemerintahan, seperti potensi desa, objeknya perangkat desa. Yang baru lagi, menjadi target BPS kementerian/lembaga (K/L). Kami diajak oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara untuk mengukur pelayanan publik di seluruh K/L, di Kepolisian juga, yang mengurus KTP dan lain-lain. Jadi yang eksternal ini menjadi tantangan terbesar kita.
(ags)