Mengenal Inflasi, Indikator Perkembangan Harga

Yuliyana Fauzie | CNN Indonesia
Minggu, 28 Agu 2016 17:55 WIB
Inflasi merupakan indikator pergerakan harga kebutuhan pokok yang kerap diabaikan masyarakat karena istilahnya kurang membumi.
Pedagang menakar minyak goreng di Pasar Palmerah, Jakarta. Aktivitas dagang di pasar tradisional tercermin pula dari perkembangan inflasi yang dirilis BPS setiap awal bulan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap awal bulan, hampir seluruh media memberitakan perkembangan inflasi. Namun, tidak sedikit yang abai karena tak paham istilah dan angka-angka yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Ibu saya, misalnya, ia memilih ganti ke acara hiburan ketimbang menyimak berita inflasi di televisi. Drama fiksi di sinetron menurutnya lebih mudah dicerna dari pada harus mengerenyitkan dahi untuk memaknai istilah-istilah yang sebenarnya erat kaitannya dengan isi dapur.


Nah, sebenarnya apa itu inflasi?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala BPS Suryamin menjelaskan, inflasi adalah suatu angka atau indikator untuk mengukur tingkat perkembangan harga kebutuhan masyarakat.

"Jika inflasi naik, berarti harga kebutuhan mengalami peningkatan. Sedangkan bila harga kebutuhan mengalami penurunan, itu disebut deflas," jelasnya kepada CNNINdonesia.com, Selasa (22/8).

Apakah iya sesederhana itu memaknai inflasi? tidak juga.

Menurut Suryamin, inflasi dihitung dari harga kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan. Caranya dengan meninjau seluruh harga komponen kebutuhan masyarakat, yang jumlahnya mencapai 860 item.

Contoh yang masih hangat adalah tingginya harga daging sapi belakangan ini, di tengah upaya pemerintah menekan harga dengan membuka keran impor.


Setiap harinya, perubahan harga barang dan jasa dicatat oleh BPS. Kemudian, harganya dirata-rata sebulan dan dibandingkan dengan rerata harga bulan sebelumnya hingga dihasilkan persentase perubahan harga naik atau turun.

Perkembangan harga setiap komponen barang dan jasa kemudian digabungkan dan dibuat rata-rata hingga dihasilkan persentase inflasi di bulan terkini.

Misalnya, pada Juni lalu angka inflasi sebesar 0,66 persen dan pada Juli sebesar 0,69 persen. Berarti, ada peningkatan inflasi dari bulan Juni ke Juli, yang berarti pula terjadi peningkatan harga sejumlah kebutuhan masyarakat.

Indonesia kan luas, apa iya setiap hari atau dalam sebulan petugas BPS mencatat perkembangan harga hingga ke pelosok-pelosok daerah? Tidak mungkin, karena jumlah petugas survei BPS sangat terbatas.

Karenanya, tidak semua harga kebutuhan masyarakat di seluruh pasar yang dipantau oleh BPS. BPS telah menentukan sejumlah pasar untuk dicek perkembangan harga-harga barang yang dijualnya.

Syaratnya, pasar tersebut merupakan pasar besar yang memiliki penjual dan pedagang yang banyak dan menjual hampir seluruh komponen kebutuhan masyarakat. Dari seluruh pasar di Indonesia, BPS telah mematok pemantauan harga dilakukan dari pasar yang berada di 82 kota. Pasar-pasar yang dijadikan sampel tersebut dianggap cukup mewakili perkembangan harga di pasar-pasar kecil di sekitarnya.

Kalaupun proses survei dan mengolah datanya sudah paham, lantas apa pentingnya mengetahu persentase inflasi? Data inflasi ini untuk siapa sih?


Mengetahui perkembangan naik atau turun harga barang dan jasa penting bagi seluruh lapisan masyarakat untuk dijadikan bahan analisa dalam merancang strategi keuangan, bisnis, atau kebijakan.

Ibu rumah tangga, misalnya, bisa menjadikan peringatan bahwa inflasi itu meningkat kebutuhan dapurnya. Pengumuman inflasi ini bisa menjadi ancang-ancang bagi para ibu untuk mulai menghemat kebutuhan sehari-hari agar dapur tetap mengepul. Ini tentu sangat penting, terlebih bila pendapatan keluarga tidak mengalami peningkatan.

Demikian pula bagi para pedagang dan pengusaha, bisa menjadikan tren inflasi untuk memprediksi pertumbuhan penjualan sekaligus untuk merancang strategi usaha agar tetap untung.

Bila inflasi terjadi karena harga sejumlah komponen kebutuhan tengah melambung tinggi, tentu pembeli atau konsumen akan mengurangi daya beli. Jadi, para pedagang dan pengusaha bisa memprediksi berapa stok barang kebutuhan masyarakat yang hendak mereka ambil dari produsen untuk dijual termasuk menetapkan harga yang pas untuk tetap bis amenjangkau kantung konsumen.

Sementara bagi pemerintah dan Bank Indonesia (BI), perkembangan inflasi bisa dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan dalam menjaga daya beli masyarakat. Pasalnya, angka inflasi yang tinggi mencerminkan daya beli masyarakat yang menurun, yang jika dibiarkan akan menambah jumlah orang miskin.

BI, dengan kebijakan moneternya, punya tugas utama menjaga stabilitas harga barang dan jasa dengan mengendalikan jumlah uang beredar.

Caranya, pertama dengan menggelar operasi pasar terbuka khusus jual-beli surat-surat berharga negara. Kemudian, dengan menetapkan tingkat suku bunga acuan bank, yang idealnya juga diikuti oleh bank dengan menyesuaikan bunga kredit ke masyarakat.


Berikutnya, BI juga biasanya menggunakan kebijakan cadangan wajib likuiditas bagi bank umum pada level tertentu. Jika cadangan wajib tinggi, maka pasokan uang diharapkan turun karena bank harus menjaga modalnya pada level minimal tertentu. Dan sebaliknya.

Sementara dari sisi fiskal, pemerintah merespons inflasi dengan mengeluarkan kebijakan dari sisi pengeluaran dan perpajakannya. Teorinya, resep fiskal untuk menekan inflasi adalah dengan mengombinasikan kebijakan penghematan anggaran dan kenaikan tarif pajak.

Namun, seiring dengan makin dinamisnya ekonomi dan sektor keuangan, tak cukup hanya dengan mengandalkan cara-cara klasik seperti itu. Upaya untuk mengendalikan inflasi dengan menghambat pengeluaran masyarakat justru bisa memukul daya beli dan berdampak pada perlambatan ekonomi.

Karenanya, dibutuhkan pula inovasi kebijakan yang harmonis antara BI dan pemerintah dengan memperhatikan perkembangan indikator ekonomi lainnya agar setiap kebijakan saling mendukung satu sama lain. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER