Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah meraup pembiayaan sebesar Rp2,6 triliun dalam lelang obligasi negara berbasis syariah atau sukuk tabungan seri ST-001. Raupan utang tersebut lebih tinggi dari target indikatif awal sebesar Rp2 triliun.
Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menjelaskan, pembiayaan tersebut diperoleh dari hasil penjualan sukuk tabungan melalui 26 agen penjual selama dua pekan masa pemesanan, dari 22 Agustus 2016 hingga 2 September 2016.
Dia menerangkan, sukuk tabungan merupakan varian dari sukuk ritel yang dikhususkan bagi investor individu domestik. Sukuk ritel ini ditawarkan dengan minimal pembelian Rp2 juta dan maksimal Rp5 miliar, dengan tingkat imbal hasil 6,9 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukuk tabungan ini memiliki jangka waktu jatuh tempo dua tahun sejak tanggal transaksi 7 September 201, dan tidak bisa diperdagangkan. Kendati demikian, sukuk ini bisa dicairkan sebelum jatuh tempo (
early redemption).
“Akad yang digunakan adalah wakalah dengan
underlying asset berupa proyek ataupun kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan(APBNP) tahun 2016 dan Barang Milik Negara,” ujarnya, Senin (5/9).
Dalam penawaran perdananya, kata Robert, sukuk tabungan seri ST-001 berhasil menjangkau 11.338 investor individu di 32 provinsi Indonesia. Dengan demikian, rata-rata penjatahan per investor Rp228 juta.
Sekitar 47 persen dari total pembiayaan yang diraup pemerintah adalah kalangan investor dengan nominal pembelian berkisar Rp2 juta hingga Rp50 juta. Kontributor terbesar kedua adalah kalangan investor dengan rentang pembelian Rp102 juta sampai dengan Rp500 juta, yang menyumbang 27 persen.
Selanjutnya pembeli dengan nominal Rp52 juta sampai dengan Rp100 juta (18 persen) dan di atas Rp500 juta (8 persen).
“Hal ini menandakan sukuk tabungan mampu menjangkau investor-investor kecil sehingga memiliki kualitas keritelan yang baik,”kata Robet.
Berdasarkan sebaran wilayah, mayoritas investor berasal dari Indonesia Bagian Barat kecuali DKI Jakarta yaitu 59 persen. Investor terbanyak berikutnya berasal dari DKI Jakarta sebesar 32 persen, Indonesia Bagian Tengah sebesar 6 persen dan Indonesia Bagian Timut hanya 3 persen.
Kelompok profesi pembeli sukuk tabungan terbanyak adalah pegawai swasta dan profesional dengan porsi 40 persen. Disusul kemudian wiraswasta sebesar 18 persen, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian 13 persen, pegawai otoritas dan BUMN 13 persen, Ibu Rumah Tangga 9 persen, dan lain-lain 7 persen.
Berdasarkan kelompok usaha, jumlah investor terbanyak berada pada kelompok usia 41-55 tahun, yaitu mencapai 39 persen. Menyusul berikutnya investor pada kelompok usia di atas 55 tahun sebesar 35 persen, 25-40 tahun sebesar 24 persen. Sisanya investor dengan kelompok usia di bawah 25 tahun sebesar 2 persen.
Sebagai informasi, sebelum sukuk ritel tabungan ST-001, pemerintah tahun ini telah menerbitkan dua seri surat berharga negara ritel, yaitu Sukuk Ritel SR-008 dengan raupan dana senilai Rp31,5 triliun, Surat Berharga Ritel Tabungan (Saving Bonds Ritel/SBR) senilai Rp3,9 triliun.
Rencananya, pada 29 September -20 Oktober 2016 mendatang pemerintah akan meluncurkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri ORI 013 dengan target indikatif sebesar Rp20 triliun