Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana uji materi Undang Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada Selasa, 20 September 2016.
Judicial review dengan nomor perkara: 58/PUU-XIV/2016 tersebut merupakan tindak lanjut dari gugatan yang diajukan oleh Yayasan Satu Keadilan (YKS).
Ada enam pasal di UU Pengampunan Pajak yang akan diuji materi, yakni Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, serta Pasal 22.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam situs resminya, MK pada Selasa pekan depan akan mendengarkan keterangan dari Presiden dan DPR terkait kebijakan amnesti pajak yang dipersoalkan YKS.
Ketua YKS Sugeng Teguh Santoso menjelaskan, MK menjadwalkan sidang perdana uji materi UU Pengampunan Pajak setelah YKS menyempurnakan berkas gugatan.
Untuk menghadapi pemerintah di persidangan, Sugeng mengatakan, YKS telah menyiapkan sejumlah ahli di bidang hukum pidana, hukum tata negara, dan perpajakan.
"Saya belum bisa sebutkan siapa saja mereka," kata Sugeng kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/9).
Sugeng, yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menjelaskan, ada sejumlah pasal yang menjadi keberatan YKS terhadap UU Pengampunan Pajak.
Terutama Pasal 20, yang dianggapnya bisa menjadi pembenaran bagi otoritas pajak untuk membebaskan pelaku pencucian uang dari jeratan hukum. Sebab, pasal tersebut menyatakan data dan informasi wajib pajak tidak dapat dijadikan dasar penyidikan.
"Jadi apabila ada orang yang melakukan transaksi gelap seperti koruptor, dia menyimpan di luar ikut kebijakan ini, maka data tersebut tidak bisa jadi satu bukti untuk jadi tindak pidana," ujar Sugeng.
Selain itu, katanya, UU Pengampunan Pajak juga menyimpang dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan mengangkangi kewenangan dari lembaga penegak hukum, seperti Kehakiman, Kejaksaan, Komisi Pemberantas Korupsi, dan Kepolisian.
Lebih lanjut ia menyatakan, kebijakan terkait
tax amnesty merupakan peraturan yang menarik, asalkan pemerintah dapat membuat UU dengan adil dan tidak mengganggu proses penegakan hukum.
"Proses penegakan hukum jangan diganggu, maka batalkan pasal 20. Kalau tidak ada pasal 20, kebijakan ini tidak akan menarik penjahat karena kan datanya tidak bisa digunakan untuk penyelidikan," katanya.
Presiden Jokowi sendiri langsung membantah klaim bahwa UU
Tax Amnesty berpotensi dimanfaatkan koruptor untuk menyucikan harta yang diperolehnya secara ilegal.
“Lingkup amnesti pajak itu spesifik, hanya mengampuni tindak pidana perpajakan. Korupsi tidak termasuk, dan korupsi tidak diampuni. Lagi pula, saya berani jamin tidak ada koruptor yang mau kembali lagi ke Indonesia lewat
tax amnesty. Malu dia,” kata Jokowi.
(ags)