Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai, rencana pemerintah mengucurkan gula rafinasi untuk menutup kebutuhan konsumsi masyarakat dilandasi perhitungan yang salah.
Arum Sabil, Ketua Dewan Pimpinan Pusat APTRI menuturkan, kebutuhan gula nasional sebenarnya hanya sekitar 4,59 juta ton. Estimasinya lebih rendah 19,47 persen dari data kebutuhan gula nasional yang menjadi acuan pemerintah, sebesar 5,7 juta ton gula.
"Data ini menggelembung, seharusnya disesuaikan dengan data kebutuhan dalam negeri," ungkap Arum Sabil di kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Rabu (28/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Acuan pemerintah itu merupakan hasil kalkulasi Kementerian Perindustrian. Asumsi kebutuhan gula 5,7 juta ton pada tahun ini terdiri atas 2,9 juta ton gula rafinasi untuk industri dan 2,8 juta ton untuk konsumsi masyarakat.
Menurut Arum, APTRI menghitung kebutuhan konsumsi gula masyarakat sebenarnya hanya sekitar 2,29 juta ton. Jumlah ini sama dengan proyeksi kebutuhan gula untuk industri sehinga total kebutuhan gula nasional sebenarnya hanya 4,59 juta ton.
Dengan demikian, lanjutnya, ada kelebihan pasokan sekitar 1,11 juta ton gula. Kondisi itu dimanfaatkan oleh Kementerian Perdagangan dengan menggelontorkan kelebihan gula rafinasi ke pasar untuk menutupi kebutuhan masyarakat sekaligus menjaga stabilisasi harga gula di pasaran.
Apabila kebijakannya tidak berubah, Arum mengkhawatirkan para petani tebu yang akan tercekik oleh kebijakan gula rafinasi pemerintah. Pasalnya, peredaran gula rafinasi di masyarakat berpotensi menekan harga gula hasil produksi petani karena harga gula petani tentu akan sulit bersaing dengan gula hasil impor.
"Hal ini sama saja, pemerintah membunuh petani tebu karena membiarkan gula tersebut masuk ke pasaran," kata Arum.
Arum juga menilai, sebenarnya pemerintah tak perlu melebihkan pasokan gula impor karena produksi gula nasional diprediksi sekitar 2,5 juta ton per tahun.
Saat ini, lanjut Arum, terdapat 11 perusahaan yang melakukan impor 3,5 juta ton gula mentah untuk diolah menjadi gula rafinasi. Angka ini, menurut Arum, sangat berlebihan sehingga sisa pasokan gula rafinasi berpotensi digelontorkan ke masyarakat.
Dengan demikian, kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bakal melanggar aturannya sendiri, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula. Permendag tersebut menyebutkan bahwa gula rafinasi hanya diperuntukkan untuk industri dan tidak boleh dijual ke pasar dalam negeri untuk konsumsi masyarakat.
(ags/ags)