Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, CV Semesta Berjaya tidak termasuk dalam daftar importir gula resmi. Importir gula yang mendapat kuota impor tidak ada yang berstatus persekutuan komanditer atau commanditaire vennootschap (CV).
CV Semesta Berjaya adalah perusahaan milik Xaveriandy Sutanto yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menyuap Ketua DPD RI Irman Gusman untuk mendapat kuota impor gula.
“Saya pun enggak tahu, agak kaget juga. Kami urut-urut, kok ada CV jadi importir? Enggak ada importir CV. Mungkin itu adalah bagian dari distribusi, tapi enggak ada itu,” ujar Enggar di Lampung Timur, Minggu (18/9), dikutip dari detikcom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Enggar menjelaskan, dia segera memerintahkan jajarannya untuk memastikan apakah CV Semesta Berjaya merupakan importir resmi yang diizinkan Kemdag. Setelah dicek, dipastikan bahwa CV milik Sutanto tersebut tidak ada dalam daftar Kemdag.
"Dia tidak terdaftar sebagai importir kita. Enggak ada. Saya cek-cek segera malam itu, begitu ada berita saya minta tolong cek apakah yang bersangkutan importir," ujar Enggar.
Menurut Enggar, gula merupakan salah satu komoditas pangan yang izin impornya dikeluarkan langsung oleh Kementerian Perdagangan, termasuk pengawasan. Dia bahkan menyebut, Sumatera Barat tidak mungkin bisa meminta kuota impor gula.
“Tidak mungkin bisa ada minta ini untuk Sumbar, ini untuk daerah tertentu, tidak mungkin. Alokasi-alokasi itu tidak ada. Jadi Bulog, kami tahu dan operasi pasar kami mau minta dengan prioritas Jabodetabek,” kata Enggar.
Irman Gusman ditangkap KPK pada Jumat malam lalu terkait kuota impor gula. Setelah menjalani pemeriksaan intensif, Irman ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK di Gedung KPK selama 20 hari mendatang.
KPK juga menahan Sutanto selaku Direktur Utama CV dan istrinya Memi. Irman diduga memberi pengaruh agar CV yang berbasis di Sumatera Barat tersebut mendapatkan kuota impor gula.
Atas pengaruhnya tersebut, KPK menduga Irman menerima uang dari Sutanto dan Memi sebesar Rp100 juta. Berdasarkan informasi, Sumatera Barat sebenarnya tidak memiliki kuota impor gula—informasi yang dibenarkan oleh Enggar.
Namun karena pengaruh yang diberikan Irman, kuota impor tersebut dibuka dengan memberikan jatah kepada CV Semesta Berjaya sebesar 3.000 ton. Saat ini, kuota yang sudah dikirimkan sebesar 1.000 ton, dan 700 ton di antaranya sudah didistribusikan, sementara sisanya masih ada di gudang.
Sementara itu, pemerintah sebelumnya secara resmi telah menetapkan harga acuan pembelian di petani (harga batas bawah) dan harga acuan penjualan di konsumen (harga batas atas) untuk mengejar stabilisasi harga tujuh komoditas pangan utama. Salah satunya adalah gula.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag Oke Nurwan mengatakan, aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63 Tahun 2016 ini akan segera diberlakukan secepat mungkin.
Merujuk Permendag itu, pemerintah mematok harga batas bawah untuk gula sebesar Rp11 ribu per kilogram dan harga batas atas mencapai Rp13 ribu per kg. Pemerintah juga menetapkan harga dasar gula sebesar Rp9 ribu per kg.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf sebelumnya menjelaskan, harga pokok gula di dalam negeri mencapai Rp9 ribu per kg, sementara harga swasta domestik sekitar Rp4.500 per kg, dan harga yang lebih murah lagi di pasar internasional.
Disparitas harga domestik—harga pokok pembelian yang ditetapkan pemerintah—dengan harga internasional yang sangat lebar, ditambah birokrasi yang tidak transparan dalam penentuan pemegang kuota impor, diduga memicu praktik korupsi.
“Bahkan terjadi persekongkolan untuk mengendalikan harga komoditas pangan di dalam negeri (kartel) dan persekongkolan penetapan harga (price fixing). Hal ini menyebabkan harga di konsumen mahal dan fluktuatif, sementara keuntungan besar bagi pelaku kartel,” tutur Syarkawi.
Syarkawi menyoroti, kebijakan kuota impor yang hanya diberikan kepada pelaku usaha dengan afiliasi tertentu. Akurasi data yang lemah terkait besaran produksi gula, kebutuhan pasokan, dan tingkat konsumi per kapita per tahun, membuat kuota impor menjadi tidak jelas.
“Pola pemberian kuota yang diduga sarat korupsi akan bermuara pada kartel pangan, kelangkaan barang, dan harga tinggi yang merampas pendapatan masyarakat berpendapatan tetap dan rendah,” kata Syarkawi.
(rdk)