Produsen Minta Harga Pupuk Masuk Skema Pengganti Fixed Price

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 07 Okt 2016 09:21 WIB
Manajemen PT Pupuk Kujang menyatakan, skema ini sesuai dengan permintaan perusahaan di dalam dua amandemen PJBG yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Manajemen PT Pupuk Kujang menyatakan, skema ini sesuai dengan permintaan perusahaan di dalam dua amandemen PJBG yang akan dilakukan dalam waktu dekat. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku usaha pupuk menyambut baik pergantian skema Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dari harga tetap (fixed price) dengan eskalasi per tahun menjadi skema hybrid, yang berformulasi 50 persen harga tetap dan 50 persen mengikuti harga minyak dunia.

Direktur Teknik dan Pengembangan PT Pupuk Kujang, Hanggara Patrianta mengatakan, skema ini hampir sesuai dengan apa yang diminta perusahaan selama ini. Apalagi menurutnya, skema ini hampir sesuai dengan permintaan perusahaan di dalam dua amandemen PJBG yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

Sebagai informasi, saat ini Pupuk Kujang memiliki dua PJBG yang akan kedaluwarsa dan menggunakan sistem fixed price ditambah eskalasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang pertama adalah pasokan dari PT Pertamina EP untuk pabrik Kujang 1B dengan volume 39 MMSCFD yang berakhir 31 Desember 2016 mendatang. Sementara PJBG lainnya adalah pasokan dari PT Pertamina Hulu Energi ONWJ untuk pabrik Kujang 1A dengan volume 60 MMSCFD yang akan berakhir 18 Januari 2017 mendatang.

"Kami sangat menyambut baik jika pemerintah mau mengubah skema fixed price. Ini sebetulnya hampir sesuai dengan keinginan kami di dalam revisi PJBG mendatang," ujar Hanggara kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/10).

Lebih lanjut, ia optimistis rencana skema harga gas ini bisa membantu mempercepat realisasi proyek perusahaan, seperti upgrading dua pabrik perusahaan yang terletak di Cikampek.

"Karena tentu saja setelah upgrading, kami butuh pasokan gas yang stabil. Sehingga, jika pemerintah sudah menerapkan jenis skema penetapan harganya, harusnya langkah-langkah dalam melakukan PJBG bisa lebih ringan," lanjut Hanggara.

Kendati demikian, ia berharap pemerintah mau memberlakukan skema harga gas hybrid yang berbeda bagi industri pupuk.

Hanggara menyetujui jika 50 persen komponen harga merupakan fixed price sebagai harga bantalan (floor price) jika harga minyak turun drastis. Namun, ia berharap harga pupuk internasional bisa menjadi salah satu variabel di dalam sisa 50 persen komponen harga tersebut.

Ia beralasan, penambahan variabel tersebut digunakan agar harga pupuk domestik bisa relevan dengan harga pupuk internasional. Pasalnya, saat ini harga pupuk domestik lebih mahal dibanding pupuk internasional, sehingga daya saingnya pun terbilang tak sebanding.

Menurut data perusahaan per Juli 2016, harga pupuk urea internasional tercatat di angka US$210 per ton. Sementara itu, Harga Pokok Penjualan (HPP) Pupuk Kujang berada di angka US$285,43 per ton, yang artinya US$75,43 lebih mahal.

"Menerapkan 50 persen komponen floor price ini langkah yang baik, tapi setidaknya kami tetap ingin bisa negosiasi secara business-to-business untuk 50 persen sisa formulasinya," lanjut Hanggara.

Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menghapus sistem fixed price ditambah eskalasi per tahun agar harga gas bisa lebih murah. Pasalnya, skema ini dianggap mengabaikan pergerakan harga gas internasional dan tidak relevan saat ini. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER