Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempertimbangkan relaksasi ekspor bagi
ore bauksit dan mineral jarang (
rare earth) sebagai komoditas yang bisa menikmati fasilitas relaksasi ekspor pada 2017 mendatang. Perusahaan penambang dua komoditas ini bakal mendapat kelonggaran yang sama dengan penambang nikel berkadar 1,8 persen yang diumumkan sebelumnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menjelaskan, relaksasi ini dilakukan karena sangat sedikit
smelter yang bisa mengolah dua komoditas ini. Bahkan, ia menyebut bahwa sampai saat ini belum ada badan usaha yang berminat untuk mengolah mineral jarang.
"Mineral jarang itu sedikit volumenya dan belum ada
smelter di dalam negeri," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, ia menjamin bahwa pengekspor merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) yang benar-benar berkomitmen dalam membangun
smelter. Sementara itu, untuk IUP OP yang kesulitan finansial dalam membangun
smelter, maka perusahaan bisa bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan.
Untuk memastikan pelaksanaan relaksasi ekspor berjalan sesuai tujuan awal, Teguh mengatakan, Pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan meminta agar ada regulasi khusus yang mengawasi progress pembangunan
smelter.
Jika dalam enam bulan tidak ada kemajuan
smelter, maka pemerintah berhak mencabut izin ekspor IUP OP bersangkutan.
"Pak Menteri sudah mewanti-wanti. Tidak akan ada lagi kejadian seperti kemarin," lanjutnya.
Menurut Teguh, relaksasi ini merupakan penegasan dari pasal 170 Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang menyebut bahwa Kontrak Karya wajib melakukan pemurnian paling lambat lima tahun setelah beleid tersebut diterbitkan atau tepatnya 2014 silam. Namun, pasal tersebut tak mencantumkan batas waktu bagi IUP OP untuk melaksanakan hilirisasi.
"Melalui kebijakan ini, kami ingin memberikan batas waktu bagi IUP OP. Tetap semangatnya kan di hilirisasi," ujarnya.
Di samping itu, ia mengatakan bahwa relaksasi ekspor ini sempat dipertanyakan Kementerian Perindustrian yang khawatir pasokan bahan baku untuk
smelter akan semakin menurun. Namun, ia memastikan kuota ekspor mineral tak akan sebanyak tahun kemarin.
Ia mencontohkan, jika sebelum 2014 kuota ekspor
ore nikel mencapai 50 juta ton per tahun, maka nanti kuota ekspor
ore nikel saat masa relaksasi hanya berjumlah 10 hingga 15 juta ton.
"Ini pasti dipertimbangkan secara matang-matang. Sudah dilakukan lima kali
Focus Group Discussion (FGD), harusnya kebijakan ini sudah dipertimbangkan. Pekan depan, Direktur Jenderal Minerba akan melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha
smelter untuk membicarakan kebijakan ini," jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana untuk melakukan relaksasi ekspor bagi beberapa komoditas mineral tertentu demi membantu perusahaan tambang mencari dana untuk menyelesaikan
smelter-nya. Kebijakan ini rencananya akan dimasukkan di dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Di dalam revisi beleid tersebut, akan dicantumkan bahwa masa relaksasi ekspor berjalan selama tiga hingga lima tahun. Jika perusahaan tambang tidak menyelesaikan
smelter dalam jangka waktu tersebut, pemerintah akan mencabut IUP-nya