Debat Trump - Clinton Juga jadi Pemicu BI Turunkan Bunga

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 21 Okt 2016 16:06 WIB
Pemilihan kandidat Presiden Amerika Serikat menimbulkan ketidakpastian baik di negara tersebut maupun di pasar keuangan dan modal global, termasuk Indonesia.
Pemilihan kandidat Presiden Amerika Serikat menimbulkan ketidakpastian baik di negara tersebut maupun di pasar keuangan dan modal global, termasuk Indonesia. (REUTERS/Lucy Nicholson)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyatakan pemangkasan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen telah memperhitungkan berbagai risiko global. Termasuk risiko politik dari debat kandidat Presiden Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton – Donald Trump.

“Bahwa apa yang terjadi di global, selalu kita sudah masukkan dalam membuat perumusan kebijakan,” tutur Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di kompleks Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (21/10).

Menurut Perry, pemilihan kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) menimbulkan ketidakpastian baik di negara tersebut maupun di pasar keuangan dan modal global, termasuk Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee dalam risetnya, Selasa (27/9) lalu mengungkapkan, sentimen penguatan rupiah terhadap dolar sempat terjadi usai debat perdana calon presiden antara Donald Trump dan Hillary Clinton bulan lalu.

Ketika itu meskipun survei yang mengemukakan Hillary Clinton terbilang menang dalam debat tersebut, tetapi popularitas Trump justru semakin tinggi.

Sementara, pasar menginginkan kemenangan dipegang oleh Clinton karena Trump dianggap rasis dan dapat membahayakan perekonomian AS sendiri jika ia menang sebagai Presiden.

"Trump banyak memakai isu-isu untuk menarik perhatian masyarakat, sedangkan isu kesehatan Clinton malah membuat popularitasnya menurun," tutur Hans.

Selain faktor debat Presiden AS, lanjut Perry, BI juga mempertimbangkan faktor rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (FFR) tahun ini yang kecenderungannya sudah bisa dibaca oleh pasar, yaitu pada Desember mendatang.

“Tahun ini memang ada kemungkinan (kenaikan FFR) di November tetapi probabilitasnya di Desember, tetapi itu sudah kami perhitungkan. Bahkan, tahun depan kenaikan FFR dua kali pun sudah kita perhitungkan dalam merumuskan kebijakan,” ujarnya.

Secara keseluruhan, Perry menilai, risiko global masih bisa dikendalikan oleh BI dan membuat bank sentral bisa memanfaatkan ruang pelonggaran moneter yang ada.

“Kami melihat risiko-risiko global itu manageable, sudah kami perhitungkan dalam perumusan kebijakan, makanya kami kemarin firm bisa kembali menurunkan suku bunga,” ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER