Korupsi hingga Batubara, Rapor Merah OECD untuk Indonesia

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Senin, 24 Okt 2016 16:26 WIB
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencatat beberapa hal yang patut diwaspadai pemerintah Indonesia dalam transformasi ekonomi.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencatat beberapa hal yang patut diwaspadai pemerintah Indonesia dalam transformasi ekonomi. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menilai Indonesia telah menjalani transformasi yang luar biasa selama dua dekade terakhir. Namun, organisasi tersebut mencatat beberapa hal yang patut diwaspadai, dari mulai rendahnya kepatuhan pajak, korupsi, hingga penggunaan batubara.

Survei Ekonomi Indonesia 2016 OECD mencatat, basis pajak Indonesia masih sempit dan kepatuhan masih lemah. Dari total 260 juta penduduk Indonesia, hanya 27 juta yang merupakan wajib pajak pada tahun 2014 dan hanya 900.000 yang membayar kewajiban pajak mereka.

“Peningkatan pendapatan penting untuk mendanai investasi dan program-program sosial. Jumlah wajib pajak juga harus ditingkatkan melalui perbaikan kepatuhan dan penarikan pajak yang lebih efisien,” kata Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría, Senin (24/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gurría menyatakan efisiensi belanja publik juga harus diperbaiki. OECD menyimpulkan, walaupun penghapusan sebagian subsidi bahan bakar minyak berhasil mendukung peningkatan belanja di bidang-bidang prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, masih dibutuhkan tindakan lebih lanjut.

“Belanja untuk subsidi energi yang tidak efisien masih tinggi, pada kisaran 7 persen dari total belanja publik, dan mendorong kegiatan-kegiatan yang intensif menghasilkan polusi.”

“Subsidi-subsidi seperti ini harus secara bertahap dihapuskan, diikuti dengan investasi pada energi terbarukan dan geotermal untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi,” imbuh Gurría.

OECD mencatat bahwa mutu tata kelola publik di Indonesia berada pada peringkat yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kekuatan ekonomi baru (emerging economies) lainnya.

Kebijakan pemerintah yang mentargetkan 20 persen belanja untuk sektor pendidikan dan 5 persen untuk sektor kesehatan harus diiringi dengan perbaikan kendali dan penganggaran berbasis kinerja untuk meningkatkan efisiensi.

Korupsi dinilai masih menjadi penghalang utama berbisnis di Indonesia. OECD merekomendasikan untuk memberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih banyak lagi sumber daya dan kewenangan, dan mendukung perluasan kegiatan pelatihannya ke daerah-daerah untuk membantu agar pemerintah daerah dapat mengidentifikasi dan menangani korupsi dengan lebih baik.

Sementara, desentralisasi berkembang dengan pesat di Indonesia dan pemerintah daerah pada saat ini melakukan sekitar setengah dari semua belanja publik. Tetapi, masih terdapat ketidakmerataan signifikan antar daerah.

“OECD menyarankan untuk meningkatkan kapasitas teknis pemerintah daerah untuk memperbaiki belanja dan administrasi penganggaran dan meningkatkan sumber-sumber pendapatan. Untuk jangka pendek, OECD merekomendasikan bahwa hibah-hibah harus diarahkan pada bidang-bidang prioritas nasional,” kata Gurría.

Tak hanya itu, OECD menilai Indonesia masih mengalami ketergantungan pada batubara yang terus berlanjut, konsumsi bahan bakar fosil yang tidak dikenai pajak dan buruknya penegakan hukum terhadap deforestasi dengan cara membakar hutan.

Hal itu dinilai mengancam ekosistem Indonesia yang unik, memperparah polusi udara dan berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca. (gir/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER