Pasar Oligopsoni, Peternak Sapi Perah Terancam Gulung Tikar

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 08 Nov 2016 13:46 WIB
Harga jual susu sapi kepada industri dihargai hanya Rp4.500 per liter. Lebih murah dibanding negara lain seperti Vietnam sebesar Rp8.172 per liter.
Harga jual susu sapi kepada industri dihargai hanya Rp4.500 per liter. Lebih murah dibanding negara lain seperti Vietnam sebesar Rp8.172 per liter. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (ASPSI) berharap adanya regulasi pemerintah demi memperbaiki daya tawar peternak agar bisa memberikan harga susu yang menguntungkan untuk dijual kepada Industri Pengolahan Susu (IPS). Pasalnya, harga susu segar yang dijual kepada industri sudah terlampau rendah sehingga kurang menguntungkan.

Ketua Umum ASPSI, Agus Warsito menuturkan, minimnya daya tawar peternak disebabkan oleh struktur pasar yang tidak sempurna, di mana hanya ada satu pembeli susu segar dari peternak, yakni industri pengolahan. Karena struktur pasar yang berbentuk oligopsoni, industri bisa mengenakan harga seenaknya. Sementara itu, peternak mau tak mau menerima harga tersebut agar susu produksinya terserap.

"Posisi bargaining peternak sangat rendah, buyer yang sangat dominan menentukan harga dari peternak. Sehingga tidak ada pilihan lain," ujar Agus, Selasa (8/11)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena perilaku industri, lanjutnya, kini harga jual susu sapi kepada industri dihargai Rp4.500 per liter. Angka ini dianggap lebih murah dibanding negara lain seperti Cina seharga Rp7.330 per liter atau Vietnam sebesar Rp8.172 per liter.

Agus menilai, harga tersebut tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut kalkulasinya, satu ekor sapi bisa menghasilkan 16 liter susu per hari dengan pendapatan Rp72 ribu. Sementara itu, biaya pakan yang dikeluarkan per ekornya mencapai Rp58 ribu. Sehingga, terdapat keuntungan Rp14ribu per ekornya.

"Namun sebetulnya, keuntungan ini masih belum mengurangi cost lain seperti maintenance kandang, obat-obatan, bunga bank, depresiasi peralatan, dan pengembangan investasi. Sejujurnya, masih banyak cost-cost lain yang belum masuk konsiderasi," terangnya.

Ia melanjutkan, kondisi ini akan sangat merugikan peternak skala kecil yang berkontribusi 85 persen terhadap produksi Susu Segar Dalam negeri (SSDN). Bahkan menurutnya, ongkos produksi peternak skala kecil bisa lebih mahal dibanding peternak sapi skala menengah.

"Karena ada komponen seperti tenaga, rumput, dan detil lain yang tidak dimasukkan ke dalam cost produksi, karena pengelolaan mereka itu bentuknya rumah tangga. Mereka memang mengaku masih bisa bertahan hidup, tapi kalau unsur cost ini dimasukkan, mereka tidak untung," jelasnya.

Maka dari itu, ia meminta pemerintah melakukan regulasi yang protektif seperti memberlakukan jumlah produksi tertentu yang bisa diserap industri. Dengan hal ini, ia yakin daya tawar peternak bisa lebih tinggi dan bisa menaikkan harga jual susu sapi peternak yang ideal, yaitu Rp7 ribu per liter.

Kendati daya tawar naik, ia mengatakan seharusnya industri susu bisa tidak menaikkan harga jual produksinya. Ia mengklaim, masih ada sisa margin yang cukup tinggi yang bisa diraih industri pengolahan susu.

"Karena selama ini kan mereka juga pakai susu bubuk (Skim Powder) yang harganya sekarang menurun. Tapi harga bahan baku menurun, mereka tidak mau menurunkan harga jualnya kok," lanjut Agus.

Sekretaris Jenderal perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Rochadi Tawaf juga menyayangkan kondisi tersebut. Apalagi, industri pengolahan susu kini semakin banyak menggunakan bahan baku impor, sehingga keberadaan ternak sapi perah makin terancam.

"Sekarang bahan baku dalam negeri hanya berkontribusi sebesar 20 persen bagi industri, mereka sebagian besar memakai bahan baku impor. Nanti 2020, kontribusi susu dalam negeri bagi industri bisa hanya mencapai 5 persen saja," lanjutnya.

Sebagai informasi, populasi sapi nasional mencapai 525.171 ekor dengan produksi sapi 805 ribu ton di tahun 2015. Sementara itu, konsumsi susu per kapita Indonesia tercatat 12,87 liter, di mana angka ini lebih kecil dibanding Malaysia sebesar 52,35 liter per kapita dan India sebesar 47,74 liter. (gir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER