Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak di pasar internasional menguat pada penutupan perdagangan Selasa (8/11) waktu Amerika Serikat (AS) dipengaruhi oleh sentimen pemilihan umum Presiden AS.
Dikutip dari Reuters, poling terbaru menunjukkan bahwa calon Presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton lebih unggul dibanding jagoan Partai Republik, Donald Trump. Sebagian investor percaya, kemenangan Clinton akan menciptakan kepastian dan stabilitas di pasar keuangan.
Namun, kenaikan harga minyak masih tertahan karena menanti laporan persediaan minyak mentah AS yang akan diumumkan oleh American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA). Sebelumnya, analis memperkirakan akan ada kenaikan persediaan minyak mentah sebanyak 1,3 juta barel pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, harga Brent futures meningkat 0,3 persen ke angka US$46,30 per barel, dan West Texas Intermediaries (WTI) meningkat 0,8 persen ke level US$45,23 per barel.
Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (The Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) meramal permintaan akan minyak yang diproduksinya akan naik dalam tiga tahun mendatang.
Hal ini membuat keputusan organisasi yang membiarkan harga jatuh pada dua tahun silam, telah mengamankan pangsa pasar yang tinggi dibanding negara-negara non-OPEC.
Negara-negara anggota OPEC dijadwalkan akan bertemu di Wina, Austria pada 30 November mendatang dan telah berjanji untuk memangkas produksinya. Namun, beberapa negara anggota justru meminta pengecualian dari kebijakan tersebut.
Sekretaris Jenderal OPEC, Mohammed Barkindo mengatakan, industri minyak dan gas bumi akan mengalami dampak buruk jika kesepakatan pemangkasan produksi di Aljazair September lalu gagal dilaksanakan.