Jakarta, CNN Indonesia -- Usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar sengketa restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp1,5 triliun antara beberapa perusahaan batubara dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) diselesaikan lewat amandemen kontrak, ditolak Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala meminta pemerintah mengembalikan lebih bayar PPN perusahaan-perusahaan anggotanya sebelum melakukan amandemen Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pasalnya amandemen kontrak tidak berlaku surut, dan berpotensi memutihkan kewajiban negara untuk mengembalikan duit tersebut.
Menurut Supriatna, amandemen PKP2B membuat kewajiban pajak mengikuti ketentuan yang berlaku atau prevailing. Namun ketentuan kewajiban pajak itu berlaku pasca ditandatanganinya amandemen kontrak. Padahal saat ini ada masalah restitusi pajak yang harus diselesaikan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Prevailing itu berlaku sejak di teken ke depan, bukan berlaku retroaktif atau surut. Sedangkan yang di belakang (sebelum diteken) itu kan masih ada hak perusahaan. Ya dikembalikan dong," kata Supriatna, Rabu (9/11).
Ia menegaskan, berlarutnya restitusi PPN atas 11 perusahaan tambang batubara pemegang PKP2B Generasi III sudah membuat ketidakpastian investasi bagi pelaku usaha.
Supriatna mempertanyakan mengapa pemegang PKP2B Generasi III tidak mendapat perlakuan yang sama terkait pengembalian PPN. Pasalnya permintaan restitusi tersebut harus melalui mekanisme pengadilan pajak.
"Ini bukan masalah uang. Tapi pelaku usaha melihat tidak ada
equal treatment," tuturnya.
Sebelumnya Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono meyakini amandemen PKP2B bisa menyelesaikan sengketa restitusi PPN perusahaan batubara generasi I dan III.
Bambang menjelaskan kewajiban pajak dalam kontrak PKP2B generasi I bersifat tetap (nailed down). Artinya, besaran dan jenis pengenaan pajak tidak berubah selama kontrak berlangsung. Sedangkan PKP2B generasi III kewajiban pajaknya bersifat lex spesialis. Artinya, besaran dan pengenaan pajak mengikuti peraturan pada saat kontrak ditandatangani.
"Kami berharap amendemen ini bisa dirumuskan secara fair dan win-win untuk menjawab masalah restitusi,” kata Bambang, Jumat (4/11) lalu.
Menurut Bambang, Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah menginstruksikan agar amandemen selesai akhir 2016 atau paling lambat awal 2017.
Menurut Kementerian ESDM, lebih bayar PKP2B generasi I periode 2008 sampai 2012 mencapai Rp21,85 triliun yang muncul karena sudah membayar PPN di luar kewajiban dalam kontrak. Sementara dalam kontrak disebutkan, pajak yang ditimbulkan di luar kontrak menjadi beban pemerintah dan akan diperhitungkan (reimburse) dengan mekanisme mengurangkan (set off) dari kewajiban Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB).
Inspektur Jenderal Kementerian ESDM Mochtar Husein mengatakan ada lima perusahaan batubara generasi I yang menahan DPHB sebesar Rp21,85 triliun. Jumlah tersebut mengambil porsi terbesar dari piutang yang menjadi hak Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM di pihak ketiga, yaitu 83,3 persen dari total piutang Rp26,23 triliun.
Ia menjelaskan, lima perusahaan ini menunggu audit dari DJP terkait PPN yang perlu dikembalikan (
reimburse) ke perusahaan.
Mochtar mengatakan, kelima perusahaan tersebut merujuk pada pasal 11.2 kontrak PKP2B generasi I yang menyebut bahwa perusahaan hanya bisa dikenakan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan (PPn), dan Pajak Daerah. Namun di masa operasinya, ternyata pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Tetapi menurut pasal 11.3 di kontrak yang sama, pajak-pajak lain yang dikenakan di luar ketiga pajak utama itu, termasuk PPN, harus di-reimburse pemerintah. Sayangnya, jumlah PPN yang perlu pemerintah reimburse belum diaudit oleh DJP, sehingga mereka juga setengah hati untuk memberikan royaltinya kepada pemerintah.
"Mereka menahan royalti itu, tapi mereka mengklaim mereka punya hak untuk mendapatkan pengembalian PPN. Makanya kami minta Kementerian Keuangan agar ini bisa diselesaikan, sehingga piutang bisa ditukar guling atau
set off," ujar Mochtar.
(gen)