BI Pede Defisit Transaksi Berjalan Tak Meroket di Ujung Tahun

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 11 Nov 2016 15:10 WIB
Bank Indonesia menyatakan zona aman untuk neraca transaksi berjalan ada di kisaran 2,5 hingga 3 persen dari PDB.
Bank Indonesia menyatakan zona aman untuk neraca transaksi berjalan ada di kisaran 2,5 hingga 3 persen dari PDB. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) meyakini kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS), tak akan berdampak buruk terhadap defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal IV 2016.

Sepanjang kuartal III, AS merupakan pasar tujuan ekspor terbesar Indonesia dengan mengambil porsi 12,2 persen dari total ekspor non migas. Jauh di atas China yang menyerap 10,3 persen dari total ekspor Indonesia.

Namun, nilai ekspor non migas ke AS pada kuartal lalu mengalami penurunan sebesar 1,8 persen (year on year/yoy) terutama dipicu oleh turunnya ekspor tekstil, karet alam olahan, dan makanan olahan yang menguasai 42 persen dari keseluruhan ekspor nonmigas ke AS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati memprediksi CAD pada kuartal IV 2016 tak akan lebih dari 2 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

"Biasanya pada kuartal IV kegiatan ekspor impornya membaik dibandingkan kuartal III tetapi perkiraan awal kami defisit transaksi berjalan kuartal IV tidak akan lebih dari 2 persen terhadap PDB," tutur Hendy dalam paparannya di Gedung Thamrin BI, Jumat (11/11).

Hendy mengungkapkan, zona aman untuk CAD ada di kisaran 2,5 hingga 3 persen dari PDB. Dengan demikian, kondisi CAD Indonesia pada akhir tahun relatif aman.

Khusus untuk neraca perdagangan, berdasarkan perhitungan sementara BI, neraca perdagangan Oktober masih akan surplus. Meski ia belum dapat memastikan angkanya.

Selain itu, ada tren perbaikan harga komoditas yang bisa meningkatkan nilai ekspor Indonesia sepanjang kuartal IV 2016.

Akibatnya harga ekspor mulai tumbuh positif 3,9 persen secara tahunan (yoy), terutama pada Agustus dan September yang turut memperlambat laju penurunan ekspor non migas kuartal III 2016 dari minus 5,7 persen (yoy) pada kuartal II 2016 menjadi 2,2 persen (yoy).

Bahkan, lanjut Hendy, kalaupun ada tendensi rupiah terdepreasi hingga akhir tahun, hal itu bisa berdampak positif pada ekspor.

Kendati demikian, khusus untuk bulan Desember, kegiatan perdagangan akan melambat seiring masuknya musim liburan.

"Secara overall, tahun ini defisit transaksi berjalan masih ada di bawah 2,5 persen PDB sehingga masih dalam batas yang aman," jelasnya.

Sebagai informasi, BI mencatat defisit transaksi berjalan kuartal III 2016 menyusut dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yakni dari US$5 miliar atau 2,16 persen dari DB menjadi US$4,5 miliar atau 1,83 persen dari PDB.

Penurunan defisit tersebut didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan barang dari US$3,8 miliar pada kuartal II 2016 menjadi US$3,9 miliar. Selain itu juga ditopang oleh penurunan defisit neraca jasa dari minus US$2,2 miliar menjadi minus U$1,5 miliar.

Kenaikan surplus neraca perdagangan barang pada kuartal III 2016 dipicu oleh naiknya surplus neraca perdagangan non migas.

Meskipun ekspor non migas turun sebesar US$1,38 miliar menjadi US$34,95 miliar, impor non migas turun lebih dalam yaitu sebesar US$1,44 miliar menjadi US$31,02 miliar.

Hal itu juga diikuti turunnya defisit neraca migas menjadi minus US$1,3 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$1,4 miliar.

Selain itu, penurunan CAD juga disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa mengikuti melambatnya kegiatan impor barang pada musim lebaran. Apabila kuartal sebelumnya defisit neraca jasa sebesar US$2,2 miliar, maka pada kuartal III 2016 menjadi minus US$1,5 miliar.

"Impor kita kan lagi rendah itu kan berdampak pada pembayaran services yang diterima importir kita," jelasnya.

Di sisi lain, penurunan defisit CAD lebih lanjut tertahan oleh defisit neraca pendapatan primer yang meningkat dari US$7,79 miliar menjadi US$7,91 miliar. Pembayaran primer itu berupa pembayaran bunga-bunga utang, maupun bunga sekuritas yang meningkat seiring naiknya arus investasi.

Hal itu juga diikuti dengan surplus neraca pendapatan sekunder yang menipis, dari US$1,23 miliar menjadi US$1,02 miliar, akibat menurunnya remitansi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI). (gen)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER