ANALISIS

Meraba Efek Domino Trump Pada IHSG dan Rupiah Pekan Ini

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Senin, 14 Nov 2016 09:09 WIB
Rencana Donald Trump menarik dolar kembali ke negaranya melalui kebijakan The Fed yang diyakini bakal menaikkan suku bunga perlu dicermati.
Rencana Donald Trump menarik dolar kembali ke negaranya melalui kebijakan The Fed yang diyakini bakal menaikkan suku bunga perlu dicermati. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan).
Jakarta, CNN Indonesia -- Efek domino kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat masih terus mempengaruhi pasar saham global, tak terkecuali bursa dalam negeri sendiri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Jumat (11/11) kemarin terjun bebas hingga 4 persen ke level 5.231.

Padahal, IHSG sempat bangkit (rebound) pada hari sebelumnya merespons kembali positifnya bursa saham Wall Street pada penutupan perdagangan saham Rabu (9/11) waktu setempat. Usai pelaku pasar menanggapi kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Trump sebagai hal yang positif.

Salah satu dari kebijakan Trump adalah menumbuhkan perekonomian AS dengan menggenjot pembangunan infrastruktur, persis seperti apa yang menjadi visi Presiden Joko Widodo dalam menumbuhkan ekonomi Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan kebijakan tersebut, tentu AS memerlukan banyak dana untuk mendukung misi Trump. Untuk merangsang banyaknya dana masuk ke AS, beberapa hal yang mungkin akan dilakukan oleh negara adidaya tersebut ialah menerbitkan instrumen seperti obligasi atau surat utang negara.

Hal ini berpotensi membuat AS menaikkan suku bunganya lebih tinggi di akhir tahun sebagai tiket merayu dolar kembali ke kampung halamannya.

“Trump akan fokus pada infrastruktur, jadi dia akan genjot juga suku bunga sehingga penerimaan mereka juga lebih tinggi,” ucap Budi Wibowo, Analis OCBC Securities, dikutip Senin (14/11).

Kondisi ini sontak menjadi sentimen negatif bagi perdagangan saham di Indonesia akibat kekhawatiran The Federal Reserve (Fed) menaikkan suku bunga berkali lipat.

Seperti diketahui, banyak yang memprediksi Janet Louise Yellen akan menaikkan suku bunganya sebesar 0,5 persen pada Desember mendatang. Namun, setelah nantinya Trump dilantik menjadi Presiden AS pada Januari tahun depan, maka dipastikan The Fed akan menaikkan suku bunga AS kembali tak lama setelah pelantikan itu dilakukan untuk mendukung kebijakan Trump.

“Jadi The Fed akan naikkan dua kali dalam waktu berdekatan, berat bagi kita sebenarnya,” terang Budi.

Pada perdagangan Jumat (11/11) pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga turun hingga sempat menyentuh Rp13.863 pada pukul 09.10 WIB. Kondisi ini imbas dari ketakutan tersebut, sehingga sebagian besar investor menarik uangnya untuk bersiap berinvestasi dalam instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh AS.

Semakin tinggi tingkat suku bunga yang diketok The Fed, maka hal tersebut bakal menguntungkan investor yang mengincar imbal hasil lebih tinggi. Selain itu investasi pada infrastruktur negara Paman Trump tentu dinilai lebih menguntungkan.

“Orang tahu investasi dolar lebih enak. Dolar balik kandang dengan penerbitan instrumen itu. Nah orang-orang pada pindah ke dolar, ini yang membuat rupiah melemah jadi berpengaruh ke pasar juga,” tuturnya.

Saham Perbankan

Indikasi yang akan membuat The Fed menaikkan suku bunga hingga dua kali dalam waktu dekat seketika membuat harga saham perbankan anjlok. Sebut saja, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang pada penutupan pekan lalu turun 725 poin (5,71 persen) ke level Rp11.975 per saham.

Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk(BBNI) juga loyo ke level Rp5.150 atau turun 425 poin (7,62 persen), dan sempat turun hingga ke harga Rp5.025 per saham. Sementara, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ditutup pada level Rp10.850 atau turun 575 poin (5,03 persen).

Dengan kenaikan suku bunga The Fed, Bank Indonesia (BI) diyakini bakal terjepit. Jika bank sentral Indonesia tersebut latah menaikkan suku bunga, maka perbankan dihadapkan pada pilihan ikut menaikkan suku bunga di tengah kondisi rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang tinggi.

“NPL akan naik, situasi akan berat bagi perbankan,” jelas Budi.

Selain itu, konsumsi masyarakat pun berpotensi turun dengan kenaikan tingkat suku bunga BI tersebut. Perlambatan konsumsi masyarakat tentu akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi negara. Artinya, dampak dari kenaikan suku bunga The Fed akan menghantam Indonesia dari berbagai sisi.

Nasib IHSG Selanjutnya

Usai Trump memenangkan pertarungan melawan Hillary Clinton, banyak analis sudah meramalkan indeks pasar modal di berbagai negara bakal jungkir balik. Pasalnya, kebijakan yang akan diambil Trump dipandang sebagai hal negatif oleh pelaku pasar seluruh dunia, dan hanya menguntungkan negaranya sendiri.

Misalnya saja, keinginannya untuk memproteksi pasar AS dari serbuan produk impor yang dinilai hanya akan membuat keuntungan dikuasai perusahaan asal negara tersebut.

Namun, Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis penurunan ini hanya bersifat sementara. Imbas kondisi global memang tak bisa terpisahkan untuk laju bursa saham dalam negeri karena saling berkaitan. Namun, dengan penurunan ini dapat dimanfaatkan investor untuk masuk melakukan aksi beli.

“Ini bisa digunakan sebagai momentum untuk membeli saham, orang kalau berpikiran IHSG turun itu salah. Kalau turun, seharusnya jangan panik tapi ambil kesempatan,” kata Direktur Perdagangan dan Pemgaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Alpino Kianjaya.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berharap penurunan ini hanya bersifat sementara. Kenaikan tingkat suku bunga The Fed akan memberikan kepastian pada laju IHSG ke depan, karena saat ini pelaku pasar masih menunggu keputusan The Fed pada bulan depan.

“Apakah The Fed akan mengambil tindakan menaikkan suku bunga atau tidak?” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida.

Sementara, Budi Wibowo masih percaya IHSG akan terus bergerak volatile hingga pekan depan. Namun, kemungkinan besar IHSG Senin (14/11) ini akan bergerak positif karena investor akan kembali masuk menyambut harga saham yang murah.

“Potensi IHSG naik pekan depan, orang masuk karena harga murah,” pungkas Budi. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER