Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) memastikan tak mengubah target penyerapan program biodiesel berkadar 20 persen (B20) untuk tahun 2017, yakni sebesar 2,5 juta kiloliter (KL).
Direktur Utama BPDP-KS Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, lembaganya dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat untuk memasang target serapan B20 yang realistis sesuai dengan ketersediaan Dana Sawit yang menipis di tahun ini.
Adapun untuk tahun ini, BPDP-KS membidik penerimaan Dana Sawit dari pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hanya sebesar Rp10,3 triliun, namun dana ini tak sepenuhnya bisa dialokasikan untuk penyerapan B20.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Target realistisnya tetap 2,5 juta KL, ini tidak berubah. Ini karena dana yang kita siapkan untuk mendukung biodiesel itu Rp9,6 triliun, bukan Rp10,3 triliun sesuai target penerimaan Dana Sawit" ungkap Bayu di kantornya, kemarin.
Padahal, tahun lalu realisasi penerimaan Dana Sawit BPDP-KS mencapai Rp11,7 triliun, yang kemudian sebanyak Rp10,6 triliun digunakan untuk menyerap B20 di dalam negeri sebanyak 2,7 juta KL.
"Sampai 31 Desember 2016, kami telah menyerap 2,7 juta KL biodiesel. Ini lebih besar daripada target 2016 sebesar 2,5 juta KL," imbuh Bayu.
BPDP-KS mencatat, penyerapan B20 di tahun lalu merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Tercatat, pada 2014, pemerintah dengan bantuan subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berhasil menyerap 1,84 juta KL biodiesel.
Namun, setahun berselang, penyerapan biodiesel justru melorot menjadi hanya 0,56 juta KL biodiesel. Bayu menyebutkan, tahun ini untuk pertama kalinya penyerapan biodiesel dilakukan tanpa topangan subsidi dari APBN.
Sementara tahun lalu, penyerapan biodiesel berhasil membaik bahkan sangat tinggi dengan adanya dana dukungan dari BPDP-KS yang berasal dari Dana Sawit.
Bayu menyebutkan, BPDP-KS akan terus mendukung penyerapan biodiesel dalam negeri. Pasalnya, penyerapan ini memberikan banyak manfaat.
Pertama, membentuk pengurangan
greenhouse gas emission (GHG) sebesar 4,5 juta ton CO2 equivalent. Kedua, memberikan utilisasi bahan bakar nabati berbasis produk dalam negeri sekitar 45,5 ribu barrel per hari.
Ketiga, menciptakan nilai tambah industri sebesar Rp4,4 triliun. Keempat, menyerap tenaga kerja
on-farm dan
off-farm mencapai 385 ribu orang. Terakhir, menghemat devisa dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil senilai US$1,1 miliar atau hampir Rp15 triliun.