Harga Minyak Kembali Tergerus Akibat Penguatan Dolar

CNN Indonesia
Rabu, 11 Jan 2017 06:55 WIB
Pada penutupan perdagangan Selasa (10/1) waktu Amerika Serikat, harga minyak menuju titik terendah selama sebulan terakhir.
Harga minyak menuju titik terendah selama sebulan terakhir akibat penguatan dolar. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia turun sebesar 2 persen pada hari Selasa (10/1) waktu Amerika Serikat (AS), menyebabkan harga minyak menuju titik terendah selama sebulan terakhir.

Penguatan mata uang dolar AS dan keraguan akan pemangkasan produksi organisasi negara-negara pengekspor minyak mentah (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) menjadi penyebab utama pelemahan tersebut.

Dikutip dari Reuters, Arab Saudi dan anggota OPEC lainnya terlihat akan memangkas produksi. Namun, masih belum jelas apakah produsen minyak lain akan mengikuti jejak negara Arab tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irak, contohnya. Negara produsen minyak terbesar ke-dua diantara seluruh negara OPEC itu mengatakan akan meningkatkan ekspor dari pelabuhan Basra pada bulan Februari mendatang. Pelabuhan di Selatan Irak itu telah mencapai rekor ekspor tertinggi di awal Januari lalu.

Di sisi lain, meningkatnya nilai tukar dolar AS juga menekan harga minyak yang dibanderol menggunakan denominasi mata uang tersebut.

Hasilnya, harga Brent LCOc1 ditutup melemah di posisi US$53,64 per barel, atau turun US$1,30 per barel dan merupakan titik terendah sejak 15 Desember silam. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) berjangka CLc1 ditutup melemah US$1,14 ke angka US$50,82 per barel.

Harga tak bergerak banyak setelah data American Petroleum Institute (API) mengatakan terdapat tambahan persediaan minyak sebesar 1,5 juta barel pada pekan lalu. Angka ini lebih besar dari prediksi analis, di mana persediaan minyak diperkirakan bertambah 1,2 juta barel.

Selain itu, Energy Information Administration (EIA) AS meningkatkan prediksi pertumbuhan produksi minyak di tahun 2017 sebesar 110 ribu barel per hari (bph). Padahal, institusi ini meramal adanya penurunan produksi sebesar 80 ribu bph untuk tahun ini.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER