Asosiasi Bauksit Khawatir Pemerintah Tunduk Pada Freeport

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 10 Jan 2017 16:22 WIB
APB3I  menilai ada kepentingan perusahaan asing yang dibela oleh pemerintah, yakni terhadap PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
APB3I menilai ada kepentingan perusahaan asing yang dibela oleh pemerintah, yakni terhadap PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. (Dok. Freeport Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyebut ada indikasi keberpihakan terhadap perusahaan tambang asing bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberi restu perpanjangan pelonggaran atau relaksasi ekspor mineral dan batubara (minerba).

“Ada ketidakadilan dalam penerapan kebijakan. Kami menduga kebijakan ini hanya untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu dalam hal ini perusahaan tambang asing,” ujar Ketua APB3I Erry Sofyan dalam keterangan tertulis, Selasa (10/1).

Erry merinci, indikasi itu muncul dari rekomendasi yang diajukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, dalam rekomendasinya, Jonan menyebutkan relaksasi ekspor minerba tak berlaku untuk enam komoditas, yakni mineral logam nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium. Sedangkan komoditas tembaga 'lolos' dari batasan ekspor tersebut.

Hal ini menjadi pertanda pertama bahwa ada kepentingan perusahaan asing yang diupayakan oleh pemerintah, yakni terhadap PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, wajah baru Newmont Nusa Tenggara.

"Padahal sejauh ini, perusahaan tambang tembaga, seperti Freeport dan Amman belum menunjukkan komitmen membangun smelter tembaga," imbuh Erry.

Kedua, pemberian relaksasi ekspor minerba dinilai terlalu mudah. Di mana perusahaan tambang hanya perlu mengubah ketentuan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Produksi Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) dan melakukann divestasi saham melalui penawaran publik (Initial Public Offering/IPO) ke bursa saham.

Semangat Hilirisasi

Selain dua poin yang merujuk pada keberpihakan terhadap perusahaan asing, APB3I juga melihat semangat pemerintah untuk mendukung hilirisasi dan memajukan industri pertambangan dalam negeri telah luntur.

Hal ini tercermin dari poin rekomendasi lainnya, yakni penerapan bea keluar yang akan dimanfaatkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun smelter.

APB3I menilai, seharusnya pemerintah memberikan kewenangan itu kepada masing-masing perusahaan tambang yang kemudian disertai dengan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal untuk mempercepat pembangunan smelter, terutama untuk komoditas yang dilarang ekspor.

Kemudian, semangat hilirisasi dituding APB3I telah luntur sejak awal, yakni dari niat pemberian relaksasi ekspor minerba. Sekalipun pemerintah 'kekeuh' menyuruh perusahaan tambang membangun smelter.

Sementara itu, Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirus) menilai aturan baru yang dituangkan dalam revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba cacat hukum.

Pasalnya, berbagai ketentuan baru yang diubah pemerintah sebenarnya tak mudah untuk diterapkan dan bertentangan dengan semangat hilirisasi.

“Pemerintah sebaiknya melihat perubahan PP tidak sesederhana poin-poin tersebut. Sebaiknya Pemerintah melihat fundamental permasalahan kenapa hilirisasi tidak berjalan dan bagaimana langkah alternatif yang komprehensif, bukan hanya tambal sulam," ungkap Direktur Cirus Budi Santoso.

Selain itu, Budi juga menyoroti adanya ketidakadilan dari pemerintah yang hanya memberikan relaksasi ekspor kepada komoditas tertentu dan menyelamatkan segelintir perusahaan tambang. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER