Pajak Tinggi jadi Cara Pemerintah Redam Hobi Investasi Tanah

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 26 Jan 2017 16:42 WIB
Investasi dalam bentuk kepemilikan tanah yang dilakukan masyarakat membuat ekspansi perusahaan menjadi sulit dan pertumbuhan ekonomi tersendat.
Investasi dalam bentuk kepemilikan tanah yang dilakukan masyarakat membuat ekspansi perusahaan menjadi sulit dan pertumbuhan ekonomi tersendat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai kebiasaan masyarakat Indonesia yang senang menanamkan investasi dalam bentuk tanah harus diubah.

Sebab investasi kepemilikan tanah cenderung mengendap percuma saat tak digunakan dalam aktivitas jual beli. Kemudian, dari sisi investasi, kepemilikan tanah juga tak mengambil peran pada simpanan dari pihak ketiga atau savings.

"Kita sangat asyik beli tanah. Tabungan atau savings dan investasi kita itu di tanah, tidak hanya orang juga badan perusahaan punya tanah di pinggiran Jakarta," ucap Darmin, Kamis (26/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, investasi seharusnya memberikan pengaruh dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi negara. Misalnya, aset tanah tersebut tentu akan lebih produktif bagi perusahaan yang ingin membangun fasilitas produksi baru.

Namun, dengan investasi dalam bentuk kepemilikan tanah yang dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia justru membuat ekspansi perusahaan menjadi sulit

Oleh karenanya, Darmin berharap agar masyarakat mulai mengubah kebiasaan investasi tersebut dan melirik investasi dalam bentuk pembelian saham dan Surat Utang Negara (SUN) yang selanjutnya akan menambah savings perusahaan.

Adapun saat ini, menurut Darmin, savings perusahaan dalam negeri cenderung minim akibat masih sedikitnya partisipasi investasi dari masyarakat sehingga mau tidak mau, perusahaan harus mengais utang dari asing.

"Savings kita rendah, itulah kenapa kita perlu modal asing? Artinya savings kerendahan karena kebutuhan investasi tidak bisa dikejar," imbuh Darmin.

Menurut catatan Darmin, porsi kepemilikan saham dari pihak asing di Indonesia telah mencapai 55 persen. Sementara, dua tetangga Indonesia, yakni Malaysia dan Thailand memiliki porsi saham asing hanya berkisar 12 persen.

Hal ini, lanjut Darmin, bukan berita yang menggembirakan. Pasalnya, pemenuhan savings dari saham yang dimiliki asing memiliki risiko yang tak kecil.

"Dalam situasi keuangan dunia yang agak rentan, (pihak asing) mudah pergi dan datang sehingga harus dicari jalan supaya pembelian (saham) dari dalam meningkat. Ini satu-satunya cara agar savings naik," jelas Darmin.

Alih Investasi

Untuk itu, Darmin berharap masyarakat mulai berinvestasi dalam bentuk saham. Pasalnya, bersamaan dengan keterbukaan informasi dan upaya pemerintah mendorong perusahaan untuk membuka diri, Darmin yakin bahwa penawaran saham kian banyak dan menarik serta aman bagi masyarakat.

Sebelumnya, pemerintah berencana mengenakan pajak progresif pada tanah yang menganggur (idle) atau hasil investasi masyarakat dalam bentuk kepemilikan tanah.

Hal ini untuk mengendalikan investasi tanah yang memicu kenaikan harga tanah, serta keterbatasan ketersediaan lahan untuk membangun rumah masyarakat menengah ke bawah.

Namun, pembahasan mengenai definisi tanah menganggur, jenis pajak yang akan dikenakan, tata cara pemungutan pajak, dan teknis lainnya masih dirampungkan pemerintah, setidaknya, kata Darmin dalam dua minggu ke depan. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER