Jakarta, CNN Indonesia -- Program satu juta rumah bisa dibilang menjadi tumpuan dari pendapatan bagi PT Tatalogam Lestari, salah satu produsen baja ringan dan genteng metal di Indonesia.
Perusahaan yang telah berdiri sejak 1994 ini bahkan mencatat pertumbuhan pendapatan yang stabil pada angka 20 persen sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat pada 2014 lalu, imbas dari program satu juta rumah.
Namun, untuk dapat terus memberikan harga yang kompetitif untuk proyek perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tersebut, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manajemen perusahaan pun putar otak untuk menjaga harga bahan baku agar tak mengganggu proses produksi atau membuat harga baja ringan dan genteng metal yang dikhususkan bagi proyek perumahan MBR tak menjulang tinggi.
 Ilustrasi program satu juta rumah. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah) |
Berikut hasil wawancara
CNNIndonesia.com bersama Wakil Presiden Direktur Tatalogam Lestari, Stephanus Koeswandi, yang bersedia menceritakan fokus dari bisnisnya dalam jangka panjang.
Dalam catatan Anda, mayoritas permintaan genteng dari beberapa produk datang dari proyek perumahan bagi MBR. Bagaimana permintaan pada 2016?Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya itu, kami naik 20 persen setiap tahun. Ini meningkat cukup pesat sejak adanya program sejuta rumah ya. Program sejuta rumah ini oleh Pak Jokowi.
Bagaimana bentuk dari pengaruh dari program sejuta rumah tersebut?Ini membuat tumbuhnya pengembang-pengembang atau kontraktor-kontraktor kecil di daerah juga terpacu. Jadi sekarang bukan hanya ada nama-nama besar, misalnya mungkin grup Ciputra.
Jadi, mungkin tadinya mereka tukang, lalu jadi pengembang kecil-kecilan di tempatnya. Nah, kami lihat ini banyak tumbuh nih. Ini kan juga menggerakan ekonomi rakyat.
Lalu bagaimana cara perusahaan menjaga harga produk atap agar terjangkau bagi perumahan MBR?Kami memiliki produk yang dikhususkan untuk MBR. Jadi kami memang punya tanggung jawab moral untuk menjaga bagaimana produk khusus MBR itu, yang sudah digunakan di rumah-rumah perumahan rakyat, bisa tetap stabil harganya. Jadi, walaupun memang ada perusahaan yang menjual bahan baku baja lapis, kami tetap melakukan impor dari luar negeri untuk menstabilkan harga yang ada di pasaran.
Bahan bakunya ini kan baja lapis alumunium seng, jadi produsennya bisa dihitung pakai jari lah. Kalau harga ini hanya dimonopoli oleh beberapa perusahaan tentu ini pasti tidak sehat persaingannya.
Apalagi yang kami suplai adalah untuk kebutuhan masyarakat yang lebih besar. Itu kenapa makanya kami lakukan impor untuk stabilisasi harga, jadi nggak serta merta kami mau impor saja.
Sebenarnya sih lebih menguntungkan lokal. Saya lebih menginginkan lokal, karena lokal itu kami berarti bisa mendukung industri dalam negeri. Kalau beli di dalam negeri, saya beli juga lebih deket, jadi enggak nunggu lama.
Hanya memang, itu tetap kami lakukan karena ada satu keterbatasan suplai, harga juga mungkin jadi kurang kompetitif kami tidak impor.
Porsinya sendiri untuk impor berapa persen?Kami impor 30 persen, mayoritas masih menggunakan produk lokal. Impor untuk tadi ya, menjaga harga.
Kalau dari sisi harga sendiri, mana yang lebih menguntungkan bagi perusahaan?Harga sekarang jadi sama sih, karena kan kami punya daya tawar. Tapi intinya ini dilakukan agar harga tetap terjaga saja. Intinya, khusus untuk MBR ini kamu juga butuh dukungan dari pemerintah untuk menstabilisasi harga bahan baku supaya tidak hanya satu perusahaan yang ambil untung yang terlalu besar secara industri.
Lalu menurut Anda, kebijakan pemerintah seperti apa yang masih perlu dibenahi?Awal tahun kemarin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah ada kebijakan mengenai kuota impor yang juga kerja sama dengan Menteri Perindustrian.
Jadi semua pabrik-pabrik itu diharapkan mengumpulkan kapasitas-kapasitas produksinya, terus dilihat nanti misalnya kami harus laporkan tiap bulan berapa yang diproduksi. Nah, nanti diberikan suatu kuota gitu. Jadi itu saya rasa sudah cukup baik untuk memproteksi dari produsen lokal.
Tapi jangan sampai ada kebijakan yang tumpang tindih contohnya ada peraturan mengenai safe guard, peraturan mengenai anti dumping. Kalau ada peraturan-peraturan yang kesannya memproteksi dari negara lain kan kurang cukup baik, sedangkan kita ini ada di ruang lingkup Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Kita bertetangga, jadi bukan berarti kita mengamankan sendiri enggak saling bersinergi. Nah, supaya enggak ada aturan-aturan yang tumpang tindih, sudah ada satu peraturan dari Kemendag dan Kemenperin untuk menjaga ini.
Jadi sebaiknya tidak perlu ada anti dumping?Saya setuju dengan
anti dumping tapi mungkin dieksklusifkan atau diberikan pengecualian khususnya untuk produk-produk yang kami suplai untuk MBR. Nah, produknya itu yang ketebalannya 0,2 millimeter (mm), kan tipis.
Itu yang diharapkan, jadi bukan memberikan kebijakan yang global kepada semua produk diberlakukan enggak boleh masuk. Jadi ini yang kami harap ada pengecualian untuk bahan bakunya.
Apakah sudah melakukan pembicaraan dengan pihak pemerintah terkait hal tersebut?Kami sudah berbicara dengan asosiasi, kami komunikasikan juga ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), lalu Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian I Gusti Putu Suryawirawan. Kami sampaikan bahwa ini nantinya ada potensi yang mengganggu suplai dari pembangunan rumah MBR.
Apakah tahun ini pengecualian anti dumping bisa terwujud?Kami harap seandainya memang diberlakukan ada pengecualian untuk baja lapis 0,2 mm. Mungkn proses
anti dumping panjang ya sekitar enam bulan hingga satu tahun. Jadi kami akan kawal sama asosiasi juga akan kawal ini agar bisa memberikan yang terbaik untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Berapa target pemasangan atap rumah tahun ini? Dari total itu, berapa pendapatan yang ditargetkan perusahaan tahun ini?Target untuk atap yang enggak kami pasang secara langsung itu 800 ribu. Pada tahun lalu kami tumbuh 10 persen, pendapatan kami tahun lalu sekitar Rp2,5 triliun. Tahun ini kami targetkan tumbuh 20 persen.
Tahun lalu itu banyak industri-industri yang secara perekonomian memang kurang baik ya. Kurang baik maksudnya enggak sebaik tahun-tahun lalu. Tapi kami bersyukur masih bisa tumbuh.
(gir)