Jakarta, CNN Indonesia -- Harga aluminium yang terpuruk saat ini memaksa PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) alias Inalum meninjau kembali aspek keekonomian proyek Smelter Grade Alumina (SGA). Proyek ini merupakan usaha patungan (Join Venture/JV) dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, serta Aluminium Coorporation of China Ltd (Chalco).
Direktur Utama Inalum Winardi Sunoto mengatakan, banyak asumsi perhitungan yang perlu diubah, di antaranya harga jual dan biaya investasi yang perlu digelontorkan perusahaan. Sayangnya, ia masih belum bisa memberikan perubahan angka investasi yang dimaksud.
Sebagai informasi, harga aluminium sempat mencapai angka US$2.093 per metrik ton pada tahun 2014 sebelum akhirnya terjun ke titik terendah di angka US$1.447 per metrik ton pada 2015 lalu. Saat ini, harga aluminium memang tengah merangkak ke angka US$1.885 per metrik ton, namun perusahaan menganggap harga itu masih belum optimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan perkembangan harga yang rendah, kami review (kaji) beberapa asumsi, seperti harga jual hingga cost of capital-nya," tutur Winardi di Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Senin (27/2).
Tak hanya harga jual, perusahaan juga ikut mengkaji dampak fluktuasi harga bahan baku utama, yaitu bauksit terhadap nilai keekonomian proyek. Akibat perhitungannya dikaji ulang, maka ketiga perusahaan juga belum bisa menentukan besaran masing-masing kepemilikan di dalam proyek patungan ini.
Sebelumnya, Inalum dan Antam diharapkan bisa mengempit sebagian besar kepemilikan proyek SGA yang menurut rencana akan dibangun di Mempawah, Kalimantan Barat. Sementara, Chalco diperkirakan hanya akan mengambil saham minoritas di dalam proyek tersebut.
"Karena masih ada review kembali, sehingga porsi kepemilikan di dalam proyek patungan tersebut juga belum ditentukan," kata Winardi.
Meski begitu, ia menjamin, realisasi proyek SGA tetap sesuai dengan jadwal. "Kami akan mulai di semester II tahun ini," terangnya.
Sebagai informasi, proyek smelter ini dijadwalkan akan berlangsung selama 30 bulan dan diharapkan rampung pada kuartal IV 2019. Pada tahap awal, kapasitas smelter ini sebesar 1 juta SGA per tahun dan akan meningkat menjadi 2 juta SGA per tahun.
Hasil produksi smelter ini nantinya akan digunakan untuk memasok bahan baku bagi pabrik Inalum di Sumatra Utara, mengingat selama ini perseroan selalu mengimpor bahan baku (feed) aluminium dari Australia dan India.
(bir)