Jakarta, CNN Indonesia -- PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) alias Inalum mengaku siap menyerap saham divestasi PT Freeport Indonesia usai merampungkan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan. Holding BUMN dinilai akan memperkuat permodalan dan sumber daya manusia (SDM) sebelum mengambilalih saham perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat (AS) tersebut.
Direktur Utama Inalum Winardi Sunoto mengatakan, masing-masing anggota holding BUMN memiliki keunggulan tersendiri. Ia mencontohkan, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) yang unggul di pengelolaan tambang bawah tanah (underground mining), dan Inalum yang disebut-sebut berpengalaman dalam membangun fasilitas pemurnian (smelter).
"Kalau ditugaskan, kami sih siap terus. Namun, kami rasa dengan holding BUMN pertambangan memang lebih kuat. Saya rasa, pengambilalihan divestasi Freeport sudah ada di dalam rencana kerja holding BUMN pertambangan," tutur Winardi di Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Senin (27/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, Inalum dan calon anggota holding BUMN lain tidak mempermasalahkan besarnya dana yang akan digelontorkan untuk mengambilalih divestasi saham Freeport. Toh, perusahaan akan mengeluarkan dana apabila proyek yang akan diakuisisi memang layak secara ekonomi.
Kendati demikian, ia masih belum memetakan sumber pendanaan tersebut. Yang pasti, perusahaan tak mau meminta bantuan pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) karena keuangan negara sedang cekak.
"Kalau memang proyeknya feasible, seharusnya sih pendanaan tidak masalah ya. Tetapi, jangan sampai pakai PMN," katanya.
Winardi menegaskan, hingga kini, belum ada penugasan khusus dari pemerintah ihwal pengambilalihan saham Freeport. "Tentu kami tunggu penugasannya," imbuhnya.
Sebagai informasi, rencananya, Inalum akan memimpin holding BUMN pertambangan, mengingat seluruh sahamnya dimiliki pemerintah. Anggota Holding BUMN pertambangan rencananya terdiri dari Antam, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk, di mana saham pemerintah masing-masing sebesar 65 persen di dalamnya.
Saat ini, pemerintah sendiri mengempit saham Freeport sebesar 9,36 persen. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, Freeport diwajibkan melepas 20,64 persen saham lagi karena aktivitas perusahaan diklasifikasikan sebagai pertambangan bawah tanah (underground mining).
Untuk tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya guna menggenapi 9,36 persen yang telah dipegang oleh pemerintah, sehingga menjadi 20 persen. Sementara, 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020 mendatang.
Belakangan, pemerintah mengubah ketentuan divestasi sebesar 51 persen untuk perusahaan tambang bersifat Penanaman Modal Asing (PMA), sesuai PP Nomor 1 Tahun 2017. Kebijakan ini berlaku untuk semua jenis IUP Operasi Produksi (OP) dengan sifat penambangan tertutup, terbuka, dan bawah tanah.
(bir)